Mohon tunggu...
Farah Diba
Farah Diba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Esai Sensasi Indonenglish Vs Pemajuan Kebudayaan

24 September 2024   14:04 Diperbarui: 24 September 2024   14:07 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Esai Sensasi Indonenglish Vs Pemajuan Kebudayaan ini membahas tentang fenomena indonenglish, yaitu perpaduan antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris yang sudah menjadi praktik budaya populer di kalangan anak-anak muda. Fenomena yang muncul di tahun 2000-an itu pada awalnya hanya terjadi di kota-kota besar, namun dengan adanya perkembangan teknologi internet yang cukup pesat membuat praktik indonenglish tersebar luas hingga ke semua pelosok. 

Hal ini membuat penulis menyampaikan kekhawatirannya terhadap nasib kebudayaan Bahasa Indonesia. Dalam esainya, beliau juga mengaitkan fenomena indonenglish dengan captive mind yang akan berbahaya jika sudah tertanam dalam diri kita, akibatnya kebudayaan kita bisa dengan mudah tergantikan oleh budaya Barat yang merasuki dan mengontrol bagaimana cara kita bertindak.


Dalam esai ini penulis  memakai kosa kata yang cukup asing bagi para pembaca, dengan memakai istilah indonenglish, yang kita tau adalah gabungan antara penggunaan bahasa Indonesia dan Inggris, captive mind yang didefinisikan oleh Syed Hussein Alatas sebagai pikiran yang terkurung atau tidak sadar akan keterikatannya sendiri dan faktor-faktor pengondisiannya, hal tersebut terjadi karena faktor atau kondisi kolonialisme. 

Captive mind juga bisa ditempatkan sebagai produk dari inferioritas. Penulis sendiri juga menjelaskan bahwa inferioritas adalah perasaan kalah, lemah, dan rendah di depan orang lain, dan ketika mental inferior itu menjadi problem akut yang diderita bersama dan terkonstruksi sebagai cara pandang dalam melihat dunia, captive mind ialah konsekuensi logis yang harus diterima.


Satu hal yang menarik perhatian saya pada esai ini adalah bagaimana penulis menyinggung kurikulum program Merdeka Belajar yang berada di bawah naungan Kemendikbud-Ristek, yang dianggap berpotensi untuk mengembangkan bahasa Indonesia sebagai perwujudan bagi kemajuan budaya Indonesia di era globalisasi ini. 

Penulis juga menunjukkan fenomena praktik Indonenglish mendapat support dari para orangtua dengan dalih untuk melatih anak agar lebih cepat mempelajari bahasa asing. Namun, penulis juga khawatir jika hal ini terus dibiarkan tanpa orangtua yang mendidik bahasa Indonesia secara disiplin terlebih dahulu, maka secara perlahan bahasa Indonesia tidak lagi dipakai sebagai bahasa nasional.


Saya memberikan apresiasi untuk esai ini karena penulis masih peduli dengan kebudayaan bahasa Indonesia di era globalisasi yang sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa praktik Indonenglish adalah suatu hal keren. Penulis tidak hanya memberikan kritik pada praktik penggunaan Indonenglish, tetapi juga memberikan solusi seperti bagaimana sikap pemerintah dalam menangani fenomena tersebut dengan memberikan contoh untuk menunjuk ahli bahasa Indonesia minimal di setiap fakultas pada setiap perguruan tinggi yang bisa diambil dari lulusan sastra dan bahasa Indonesia.


Tidak ada salahnya bagi kita untuk mempelajari bahasa asing, menguasai bahasa asing di era globalisasi ini merupakan suatu unsur yang cukup penting. Namun, kita juga harus bijak dalam menggunakan bahasa asing agar tidak mengancam idenditas yang kita miliki sebagai masyarakat Indonesia. Meskipun kita bisa menguasai bahasa asing, tetapi kita juga tetap harus mencintai bahasa Indonesia sehingga budaya bahasa Indonesia tetap terlestarikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun