Mohon tunggu...
Farah Dina Fithriyyah
Farah Dina Fithriyyah Mohon Tunggu... -

21 years old International Relations Student of UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Walikota Idaman Vs Walikota yang Dihujat

4 Februari 2014   11:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Farah Dina F/ Mahasiswa semester 6 Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Warga Jambangan-Surabaya

Fenomena munculnya berbagai pemberitaan berbagai media yang menyorot perilaku gubernur dan walikota berbagai daerah di Indonesia menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Maraknya pemberitaan aktor-aktor politik daerah ini tak lepas dari musim Pemilihan Umum yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Selain itu, masalah-masalah yang dihadapi seperti bencana banjir, longsor dan bencana alam lainnya membuat para tokoh daerah ini menjadi sasaran empuk awak media. Sebut saja beberapa diantara mereka yang sangat sering disebut namanya seperti Jokowi, Tri Rismaharini, Ratu Atut Chosiyah, dan Pak Dhe Karwo. Salah satu konsep dalam Hubungan Internasional oleh Rosenau dan Alex Mintz, yakni adanya pengaruh faktor psikologis terhadap kebijakan luar negeri yang diambil seorang pemimpin negara nampaknya juga berlaku dalam teori kebijakan lokal yang diambil kepada daerah. Karakter, gaya kepemimpinan, pencitraan diri dan pengalaman turut menjadi faktor yang menentukan pola kebijakan yang diambil.

Jokowi, Gubernur DKI Jakarta saat ini, yang begitu terkenal karena sosoknya yang tenang dan merakyat menjadi langganan pemberitaan media. Jokowi begitu dipuji oleh warga Jakarta karena berhasil membawa beberapa perubahan di wajah Jakarta, meskipun belum semua programnya terlaksana. Area Pasar Tanah Abang yang dahulunya sangat ruwet kini disulap menjadi area yang lebih tertata rapi. Penambahan armada transportasi umum seperti Bus Transjakarta juga mendapat respon positif dari warga Ibukota. Ya, meskipun kita tahu masalah banjir dan macet tetap belum mampu diatasi. Memang tidak semudah itu menyelesaikan permasalahan yang penyebabnya sudah sangat mengakar. Jakarta bukanlah Solo. Namun, terlepas dari itu semua, warga Jakarta tetap menaruh harapan besar pada Jokowi dan Ahok agar mampu membawa Jakarta lebih baik. Keduanya tetap dianggap menjadi sosok yang paling baik diantara tokoh lainnya, di tengah-tengah banyaknya tokoh politik Ibukota yang tersandung masalah korupsi. Entah keduanya termasuk yang “bersih” atau tidak, tetapi keduanya menjadi pilihan terbaik warga Jakarta. Karakter Jokowi yang tenang, sedangkan Ahok yang tegas membuat kebijakan yang diambil dapat menyenangkan warga Jakarta karena hasilnya terlihat nyata dalam beberapa hal. Selain itu, pengalaman Jokowi dalam memimpin kota Solo juga turut menjadi faktor penentuan kebijakannya. Jokowi yang juga sangat rajin melakukan “pencitraan” dengan blusukan ke kampung-kampung membuat rakyatnya makin mencintainya.

Sosok kedua adalah Tri Rismaharini, Walikota Kota Surabaya saat ini. Sosoknya yang keibuan dan sederhana membuatnya dan kebijakannya dicintai oleh warga Surabaya. Ibu yang satu ini telah berhasil merubah wajah Surabaya menjadi sangat hijau dan bersih. Banyak taman kota dibuat dan dirawat dengan baik. Surabaya yang dahulu masih sering banjir, kini tak lagi banjir. Karakter “wanita” dalam diri Risma ini mampu menghasilkan kebijakan yang memang membutuhkan ketelatenan seperti program Green and Clean, Merdeka dari Sampah dan sebagainya. Bahkan beliau tidak segan-segan turun langsung ke daerah-daerah yang terdapat genangan air. Ketelatenan dan ketegasannya dalam memimpin kota Surabaya membuatnya begitu dicintai warganya, karena hasil kerjanya terlihat nyata. Pengalamannya dalam menguasai ilmu Tata Kota sangat mempengaruhi perilakunya dalam mengambil kebijakan yang efektif dan tepat. Selain itu, sikap sederhananya membuatnya begitu dekat dengan warganya. Hal tersebut jelas terlihat ketika beliau melakukan kunjungan ke beberapa kecamatan di Surabaya, seperti ketika kunjungannya ke Kecamatan Jambangan. Beliau yang begitu ramah dan sederhana mampu membuat warga tak segan menyapanya dan mau bekerja sama membangun kota Surabaya menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Tak heran jika Risma sangat sering muncul di media. Bahkan, sebuah lembaga yang melakukan survey tentang tokoh politik yang akan mampu menjadi saingan bagi Jokowi dalam Pemilihan Umum mendatang menyatakan bahwa Tri Rismaharini adalah saingan utama Jokowi.

Tokoh yang berikutnya adalah Ratu Atut Chosiyah, gubernur Banten yang kini sedang mendekam di Rumah Tahanan. Atut ditahan karena kasus dugaan suap Ketua MK Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pemilukada Lebak di MK, yang juga melibatkan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang tak lain adalah suami Airin, Wali Kota Tangerang Selatan. Atut yang terkenal dengan dinastinya yang menguasai propinsi Banten memang memiliki gaya hidup yang mewah. Kekayaannya yang melimpah membuat warga Banten dan KPK curiga. Hujatan yang ditujukan kepadanya pun datang silih berganti. Dugaan korupsi yang meghembus pun semakin mengurangi kepercayaan warga Banten kepadanya.

Lalu yang terakhir, Soekarwo atau yang akrab disapa Pak Dhe Karwo, gubernur periode 2014-2019. Sengketa hasil Pilkada Jawa Timur untuk periode 2014-2019 antara kubu KarSa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan BerKah (Khofifah-Herman Sumawiredja) membuat nama Pak Dhe Karwo semakin gencar dibicarakan media. Dalam hal ini opini masyarakat terbagi menjadi kubu pro dan kontra. Mereka yang loyal kepada pasangan KarSa mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan pasangan tersebut. Sedangkan kubu BerKah tetap setia mendukung Khofifah dan Herman yang tetap akan menggugat keputusan tersebut hingga mendapat hasil yang adil. Dalam kasus ini sulit untuk menilai sejauh mana cognitive approach atau karakter personal seorang tokoh politik mempengaruhi kebijakannya. Karakter atau sikap Pak Dhe Karwo tidak se-fenomenal Jokowi atau Risma. Namun yang jelas, bekal pengalamannya memimpin Jawa Timur di periode sebelumnya menjadi pertimbangan penting dalam mengambil kebijakannya dan juga mempengaruhi penilaian warga Jawa Timur terhadapnya.

Hal diatas menunjukkan bahwa kini warga yang sudah semakin cerdas jelas akan lebih memperhatikan karakter pemimpinnya, dibandingkan hanya melihat identitas partai politiknya. Hal ini menjadi bukti bahwa kepercayaan rakyat menurun terhadap partai politik. Mereka lebih menilai karakter dan kepemimpinan seorang tokoh politik. Tokoh politik yang merakyat, sederhana dan hasil kerjanya yang nyata kini lebih dipercaya rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun