Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada hakikatnya Otonomi Daerah merupakan hak untuk mengelola urusan internal yang menjadi bagian fundamental dari otonomi suatu daerah. Hak ini berasal dari delegasi tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Konsep mengatur dan mengurus rumah tangga daerah adalah esensi dari otonomi; ini termasuk kemampuan untuk menetapkan kebijakan sendiri, melaksanakan, serta mengelola pembiayaan dan pertanggungjawaban secara mandiri. Jika hak ini diambil kembali oleh pihak yang memberikan, maka kewenangan tersebut kembali ke tangan pemerintah pusat. Otonomi yang dimiliki suatu daerah tidak memberikan hak untuk mengendalikan atau berada di bawah otonomi daerah lain. Kemampuan untuk mengatur urusan internalnya sendiri tidak meliputi wewenang atas pengelolaan urusan internal daerah lain.
      Dalam konteks ekonomi, otonomi daerah harus mendukung kelancaran implementasi kebijakan ekonomi nasional sekaligus memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan regional dan lokal yang meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi lokal. Otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah untuk menginisiasi berbagai kebijakan seperti penyediaan fasilitas investasi, mempermudah proses perizinan usaha, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung ekonomi lokal. Hasilnya, otonomi daerah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap.
      Pemberian otonomi kepada daerah dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi, pemberdayaan masyarakat dan aparatur, serta penawaran pelayanan publik yang merata dan berkeadilan, sambil mempertimbangkan keragaman setiap daerah. Dalam kerangka ini, daerah diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan terbaik dalam batas-batas wewenang mereka untuk memanfaatkan sepenuhnya semua potensi yang tersedia, guna meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Undang-Undang otonomi daerah dirancang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, mendorong inisiatif dan kreativitas, dengan menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam pembangunan dan menguatkan peran serta fungsi DPRD. Paradigma baru ini bertujuan agar pemerintah daerah lebih adaptif terhadap perubahan masa depan.
      Menurut Kementrian Keuangan, Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang berjalan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Penerimaan pembiayaan daerah terdiri dari semua jenis pemasukan yang masuk ke dalam Rekening Kas Umum Daerah, termasuk dari sumber-sumber seperti pinjaman yang diterima, penjualan obligasi oleh pemerintah, penerimaan dari privatisasi perusahaan daerah, pengembalian dari pinjaman yang sudah diberikan kepada pihak ketiga, penjualan dari investasi tetap lainnya, dan juga pencairan dari dana cadangan. Adapun penerimaan pembiayaan daerah mencakup Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA), Transfer dari dana Cadangan, Penerimaan kembali pinjaman daerah, Penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan juga penerimaan piutang. Pengeluaran pembiayaan daerah mencakup pembayaran pokok utang yang harus dilunasi, investasi modal oleh daerah, pembentukan dana cadangan, pemberian pinjaman oleh daerah, dan jenis pengeluaran pembiayaan lainnya. Neto pembiayaan digunakan baik untuk mengalokasikan surplus anggaran atau untuk menutupi kekurangan dalam anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus disahkan tepat waktu, keterlambatan dalam pengesahan APBD dapat mengakibatkan sanksi dari Pemerintah Pusat, termasuk pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana transfer lainnya. Tujuan utama pembiayaan daerah adalah untuk menguatkan kemandirian daerah dalam pengelolaan administrasinya, meningkatkan layanan kepada masyarakat, serta mendukung inisiatif pembangunan regional yang ditujukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang setara.
      Hubungan antara otonomi daerah dan pembiayaan daerah merupakan faktor kunci untuk memastikan bahwa pemerintah daerah memiliki sumber daya keuangan yang memadai untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan efektif.
      Otonomi keuangan di Kabupaten Jember merupakan elemen penting dalam implementasi otonomi daerah, memberikan kemampuan kepada kabupaten untuk secara independen mengelola keuangan dan menangani isu-isu lokal. Aspek ini sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada dana dari pemerintah pusat, memfasilitasi pemerintahan daerah yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Kemandirian finansial di Kabupaten Jember dapat dilihat dari kemampuannya dalam menggenerasi pendapatan sendiri, termasuk dari pajak dan sumber-sumber pendapatan lokal lainnya. Otonomi keuangan ini esensial untuk pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien serta penggunaan sumber daya keuangan dalam mendukung pembangunan lokal. Singkatnya, hubungan antara pemerintah pusat dan Kabupaten Jember adalah berbasis kerja sama dan koordinasi, dengan adanya keseimbangan wewenang yang membuat otonomi keuangan menjadi sangat vital dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H