Seiring berkembangnya zaman, fashion berubah fungsi lebih dari sekadar cara berpakaian, terutama bagi Gen Z yang lahir di tengah era digital. Generasi ini tidak hanya mengikuti tren fashion yang ada, mereka memilih fashion yang menurut mereka cocok untuk mengekspresikan diri dan sarana komunikasi nonverbal. Melalui media sosial seperti Tiktok, Instagram, bahkan Twitter, mereka dapat mengakses tren fashion secara global, mengikuti, bahkan menciptakan tren fashion tersendiri yang dapat diikuti orang lain. Bagi Gen Z, fashion bukan hanya soal cara berpakaian yang sesuai dengan perkembangan zaman, melainkan cara untuk menunjukkan identitas, nilai, serta kepribadian mereka.
Fashion Sebagai Cerminan Identitas
Gen Z merupakan mereka yang lahir antara tahun 1900 sampai 2010. Mereka seringkali beranggapan bahwa gaya berpakaian merupakan ekspresi diri yang menggambarkan siapa diri mereka sebenarnya, bagaimana mereka ingin dilihat orang lain, bahkan nilai-nilai diri yang ada dalam diri individu Gen Z. Mulai dari model, tema, bahkan warna sekalipun mempunyai makna tersendiri bagi mereka.
Adanya berbagai tren yang muncul di media sosial, Gen Z tidak hanya mengikuti mode-mode yang ada, tetapi mereka juga menciptakan dan mendefinisikan gaya mereka sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam diri individu. Tidak sedikit Gen Z memadukan berbagai elemen dari berbagai budaya dan masa, yang dikenal dengan konsep "mix and match." Tren ini memadukan pakaian dari beberapa merk atau budaya untuk memberikan tampilan yang khas dan unik. Misalnya, memadukan pakaian tradisional dengan sepatu kets atau kaos vintage dapat dikombinasikan dengan aksesori modern. Strategi ini sejalan dengan keberanian Generasi Z dalam mengekspresikan diri melalui fashion, karena mereka merasa terbebas dari ekspektasi mengenai apa yang disebut sebagai pakaian yang pantas.
Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Bintang Andiraputra Nangtjik, A.A. Ngr. Anom Kumbara, dan Ni Made Wiasti dalam jurnal Jurnal Socia Logica  yang berjudul "Tren Fashion pada Kalangan Generasi-Z di Kota Denpasar". Mereka mengemukakan bahwa bagi Gen Z, fashion bukan hanya sekedar gaya, tetapi juga sebagai media ekspresi diri melalui media sosial seperti Instagram. Fashion yang populer di kalangan Gen Z di Denpasar, seperti gaya kasual dan indie, juga dipengaruhi oleh isu-isu lingkungan dan identitas sosial mereka.
Pengaruh Media Sosial
Perkembangan media sosial telah memberikan dampak yang signifikan terhadap tren fashion bagi Gen Z. Melalui berbagai platform media sosial, mereka dapat dengan mudah mengeksplorasi berbagai gaya berpakaian.Twitter, Instagram, dan TikTok, merupakan platform media sosial yang sering digunakan Gen Z untuk mencari inspirasi menciptakan penampilan baru yang mereka anggap sesuai dengan identitas dan kepribadian mereka. Mereka tidak hanya mengikuti perkembangan tren fashion terbaru, tetapi juga memiliki kebebasan untuk menyesuaikan tren tersebut dengan selera pribadi.
Selain itu, persepsi dan cara pandang Generasi Z tentang fashion juga sangat dipengaruhi oleh konten yang dibuat para influencer. Para influencer media sosial ini memberikan referensi gaya kepada para pengikutnya yang mereka gunakan, modifikasi, atau bahkan mengkreasikan sendiri cara berpakaiannya melalui konten-konten yang mereka buat di akun media sosialnya. Dampaknya sering kali melampaui batas-batas regional, sehingga Gen Z dapat berpartisipasi dalam pertukaran ide fashion secara global.
Fashion dan Kesadaran Sosial
Selain mencari gaya yang khas dan individual, Gen Z juga menunjukkan tingkat kesadaran lingkungan yang tinggi. Mereka sering kali mempertimbangkan dengan cermat dampak lingkungan dari industri pakaian, selain melihat fashion sebagai sarana untuk mengekspresikan diri.
Salah satu tren yang banyak diikuti Gen Z adalah kegiatan thrifting atau membeli pakaian bekas. Thrifting menjadi salah satu pilihan yang cukup baik karena kekhawatiran terhadap dampak buruk "fast fashion" yang menghasilkan banyak limbah tekstil. Selain menjadi alternatif ekonomis, thrifting juga mempunyai banyak pilihan barang-barang unik yang sulit ditemukan di pasaran, sehingga menciptakan gaya personal yang lebih otentik. Kegiatan ini mencerminkan kesadaran sosial dan lingkungan yang tinggi, di mana Generasi Z mampu menggabungkan ekspresi diri dengan tanggung jawab sosial.
Menurut hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal "Penggunaan Trend Fashion Thrift Sebagai Konsep Diri Pada Remaja di Kota Bandung" oleh Agnesvy dan Iqbal (2022), thrifting di kalangan remaja, terutama di Bandung, dipandang sebagai cara yang efektif untuk mengeksplorasi penampilan dengan biaya minimal, tanpa mengorbankan kualitas atau keunikan. Lebih dari itu, penelitian ini menunjukkan bahwa thrifting tidak hanya dianggap sebagai gaya hidup hemat, tetapi juga menjadi simbol kesadaran lingkungan. Dengan memilih pakaian bekas, remaja merasa lebih percaya diri karena bisa tampil fashionable tanpa menyumbang lebih banyak limbah tekstil, sekaligus mengurangi dampak negatif industri fast fashion.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H