Lagi seru browsing buat bahan skripsi kemudian saya nyasar masuk ke website-nya United Nation Development Program ini. "Â http://hdr.undp.org/en/statistics/ "Â Â Sebenarnya yang saya cari index conflict and war sepanjang 2001-2007 namun yang ketemu di website ini malah index of human development. Dari daftar panjang itu lalu saya cari Indonesia, mulai dari kolom pertama dengan tagline Very High Human Development, difikir-fikir ngaco juga ya nyari Indonesia disitu hehe.. :p Dan kemudian, sampe lah dikolom ketiga, medium human development. Kesan saya sih lumayan juga, setidaknya gak yang paling bawah lah alias low. Teringat tentang betapa lagi tinggi nya tensi antara kita dengan si negara tetangga (Malaysia), dimulai dari Sipadan Ligitan, Ambalat sampe yang terbaru masalah batik, dan yang paling update masalah Final AFF. Well, akhirnya saya mencari Malaysia dikolom yang sama medium Human development. Tidak menemukannya di kolom ini maka saya pun beranjak ke kolom selanjutnya, High Human development, and guess what ? Malaysia ada di rangking 57 !!! Miris rasanya melihat Malaysia yang posisi nya diatas kita, secara Indonesia lebih dulu meredeka di Tahun 1945 sedangkan Malaysia 20 tahun kemudian di tahun 1963. Belum lagi mengingat sejarah perkembangan Malaysia, dulu Malaysia tergantung sama bantuan Indonesia dari segi ekonomi maupun pendidikan, begitupun dengan investasi. Satu hal lagi yang biki saya gak terima, Malaysia itu kan negara monarki, alias demokrasi setengah-setengah. Sedangkan Indonesia udah demokrasi, Indonesia selain SDA nya yang melimpah ruah, juga memiliki SDM yang hingga mencapai 200 juta jiwa alias ke-2 di dunia. Secara perdagangan dan perekonomian, cukup untuk menjadi stimulus dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Liat China, mereka bangkit secara ekonomi baru-baru ini karena China memanfaatkan SDM nya yang super banyak ini untuk menjadi sumber pasar bagi perdagangannya. Dengan memproduksi barang murah yang mampu di konsumsi oleh masyarakatnya, sehingga masyarakatnya lebih prefer beli barang produksi dalam negeri dibanding harus beli produk impor. Apa kabar dengan Indonesia ? balik lagi ke China, gak boong sebelumnya China dianggap negara paling merugikan buat AS tertutama saat ditemukan produk-produk temuan AS yang super canggih bisa dibajak/ditiru sama China, namun yang bikin AS gak bisa menuntut ialah kualitas yang disuguhkan China itu sangat rendah dengan harga yang murah. Artinya, China meniru barang tersebut dengan material yang berbeda dengan AS sehingga AS tidak bisa meng-klaim pembajakan tersebut. Apa manfaat untuk China ?. China dapat mengembangkan teknologi industrinya, dengan teknologi yang di produksi dengan biaya yang lebih murah dan dapat dijangkau oleh produsen dalam negeri dapat meragsang produksi dalam negeri. Barang yang di Produksi oleh produsen lokal dan disebar ke pasar lokal menjadikan sumber devisa negara, dan mendorong laju perekonomian mereka. Kita orang Indonesia dengan taraf ekonomi yang rendah mayorita akan lebih prefer menggunakan barang dari China daripada dari AS kan ? Faktanya kenapa hp "berlambang buah" kalah laris sama hp-hp produk China. Di daerah fenomena ini sudah gak asing lagi, mereka bisa menggunakan si Berry hitam versi abal-abal dan gak kalah gaya sama yang asli. Strategi China ini dianggap efektif, dan mampu mendorong perekonomian. makanya kenapa China "keukeuh" pengen implementasian CAFTA (China Free Trade Area) dipercepat di tahun ini yang awalnya 2015, hal ini mengingat China gak sabar melempar barang-barang nya ke pasar Indonesia. SDM Indonesia merupakan target pasar yang jelas menguntungkan, perekonomian yang rendah ditambah dengan jumlahnya yang relatif besar, menjadikan China dapat meraup utnung besar-besaran. Well, Â kembali pada taraf hidup Indonesia yang ebrada pada rangking 108, kenapa para ekonom Indoneisa yang suka kasih komentar-komentar di TV atau yang suka debat kusir masalah BLBI lah, Centuri Lah, Sri Mulayani lah dan oke seorang Boediono belum bisa mencari ide jitu untuk dapat mencari stimulus demi mendorong perekonomian dalam negeri. Setuju kalo pendidikan kita masih rendah, sehingga minim-nya teknologi demi menyokong industri dalam negeri menjadi permasalahan. namun, berdasarkan "strategi" China diatas saya rasa kenapa gak kita coba ? terlanjur dibilang negara pembajak juga kan ?. Tapi saya yakin, dengan kita mencoba membajak maka kita tertimulus untuk keluar dari itu semua dan mencoba untuk bikin terobosan baru. Mungkin terlalu ekstrim kali ya ?. Tapi China berhasil menerapkan strategi tersebut. Maka itu, saya menunggu para ekonom yang lulusan luar ini bisa secepatnya berhenti "MENGKRITIK" dan mulai "BERFIKIR" langkah-langkah yang bisa diambil demi menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Biar suatu hari nanti, saat ada mahasiswa yang lagi browse cari bahan, dan kesasar di website UNDP, rangking Indonesia sudah melonjak ada di deretan kolom Very High Human Development. SO you Guys ! FIGHTING !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H