Mohon tunggu...
Farah Abimanyu
Farah Abimanyu Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Postgraduate York University

A Wanderer

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hutan Sosial, Tanam Pohon Tumbuh Uang

29 November 2018   19:00 Diperbarui: 29 November 2018   19:05 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, sepupu gue ngeposting foto di instagram dia foto-foto di hutan pinus, seketika gue langsung comment "Kay, kok lo ke Norway ga kabar-kabar gue sih? Siapa tau gue bisa nyusul". Sepupu gue langsung bilang: "Gue gak ke Sweden far, ini di Bantul, Yogyakarta"

Gue langsung tercengang, kok bisa hutan pinus di Indo dijadiin tempat wisata layaknya hutan-hutan di luar negeri. Karena ketika gue kecil dulu, hutan pinus seperti itu tidak bisa dikelola menjadi tempat wisata, yang berakibat banyak mitos-mitos di masyarakat yang bilang kalau hutan tersebut angker! Lagian, siapa juga yang mau kesana kalau infrastrukturnya gak memadai, sepi, jalannya jelek, minim penerangan. Horor banget!

Rasa kepo pun membawa gue ketika summer holiday balik ke Indo. Gue berkunjung ke hutan pinus Mangunan tersebut.

Ternyata, hutan pinus Mangunan tersebut milik Perhutani yang dikelola oleh masyarakat dengan bimbingan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sehingga sekarang sudah menjadi Wanawisata yang memberdayakan masyarakat sekitar sebagai tenaga pekerja maupun membuat sentra ekonomi baru seperti berjualan makanan dan menyewakan ayunan kain, bahkan mengadakan Festival Kesatuan Pengelolaan Hutan Tingkat Nasional dan Pameran Usaha Kehutanan (PUSAKA) yang mampu menarik wisatawan. Padahal dulu petugas kehutanan sering kucing-kucingan dengan masyarakat yang mengelola hutan secara ilegal.

Gue takjub banget! dengan hanya Rp 2.500 gue udah bisa menikmati suasana yang asik, dan kesan horor layaknya hutan-hutan jaman dulu pun hilang berganti dengan suasana yang instagramable banget! Ternyata, Hutan Pinus Mangunan ini selama setahun telah mampu mendatangkan wisman dan wisnus sebanyak 2,5 juta orang dengan estimasi perputaran ekonomi sebesar Rp10 miliar!!! WOW!

Seperti yang kita ketahui, dulu masyarakat yang hidup di sekitar hutan memiliki tingkat kesejahteraan hidup yang rendah karena "belum diperbolehkan" mengelola sumber daya alam yang melimpah tersebut.

Padahal Perhutanan Sosial mulai didengungkan sejak tahun 1999, namun kurang mendapat perhatian. Pada tahun 2007 hingga tahun 2014 program ini berjalan tersendat, hutan yang dapat dijangkau akses kelola masyarakat hanya seluas 449.104,23 Ha. Tetapi sekarang? kurang lebih 3 tahun telah tercatat 604.373,26 Ha kawasan hutan, secara legal dibuka aksesnya untuk dikelola oleh masyarakat!!

Gilanya lagi! Pemerintah memberikan akses legal mengelola lahan kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar selama 35 tahun yang bisa diperpanjang 35 tahun lagi kepada masyarakat secara cuma-cuma agar dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif! Menurut gue ini yang dinamakan "Distribusi Lahan untuk Keadilan Sosial" tidak hanya sekedar tagline!

Hebatnya lagi dan gak kalah penting, ini bisa merubah mindset masyarakat, yang dulunya menebang pohon untuk mata pencaharian, sekarang mereka sudah sadar sendiri kalau melestarikan hutan mereka justru akan mendapat keuntungan ekonomis yang lebih tinggi, contohnya wanawisata hutan pinus mangunan, ternak ulat sutera di Gorontalo dan Maros, dan perkebunan kopi ataupun komoditas lainnya.

Bayangkan, jika luas wilayah hutan Norwegia yang hanya di urutan ke 58 (93.870 km persegi) saja mampu menjadi salah satu penyumbang devisa tertinggi negaranya, dibanding Indonesia yang berada di urutan ke 9 terluas (884.950 km persegi), bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan pendapatan perekonomian Indonesia dari pengelolaan hasil hutan dapat menyaingi pendapatan Norwegia jika terus dikelola secara lestari dan sustainable seperti saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun