Mohon tunggu...
Fara Emilia
Fara Emilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ritual Larung Sesaji Malam 1 Suro

13 Oktober 2024   13:05 Diperbarui: 13 Oktober 2024   13:11 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya semua adalah pribumi. Mitos, religi, dan ilmu pengetahuan hidup berdampingan dalam masyarakat Jawa menjadi unsur-unsur yang saling memengaruhi hingga menjadi tradisi dalam kehidupan orang Jawa. Budaya (culture), yang merupakan kumpulan kebiasaan atau adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu kelompok masyarakat, mencakup aspek-aspek seperti Bahasa, seni, ritual yang khas dari suatu komunitas. Budaya ini melahirkan tradisi, yang berhubungan dengan perayaan, upacara, yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menghormati leluhur atau memperingati peristiwa penting.

Menurut KBBI ritual merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan ritus. Ritus sendiri adalah tata cara dalam upacara keagamaan. Maka ritual atau hal yang berkenaan dengan ritus adalah suatu tata cara dalam upacara-upacara keagamaan Dimana kali ini akan membahas upacara kejawen “Larung Sesaji” yang berlangsung di Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo pada 1 Suro yang merupakan salah satu agenda Grebeg Suro.

Larungan sesaji di telaga Ngebel Ponorogo ini memiliki akar tradisi yang kuat dan berkaitan dengan kepercayaan lokal serta Sejarah mistis masyarakat setempat. Selain dikenal sebagai tempat wisata alam, telaga Ngebel juga dikenal sebagai tempat yang sarat dengan mitos dan legendanya.

Melarungkan dalam KBBI mempunyai arti menghanyutkan. Larung sesaji yaitu menghanyutkan sesaji yang berisi hasil bumi dengan tujuan ungkapan rasa Syukur kepada tuhan, serta memohon perlindungan dan keselamatan. Larung sesaji memiliki nilai spiritual yang kuat dalam masyarakat Ngebel, hal ini merupakan bentuk penghormatan dan komunikasi dengan kekuatan alam, arwah leluhur, atau roh-roh penjaga yang diyakini berdiam di Telaga Ngebel. Masyarakat setempat percaya bahwa telaga ini memiliki kekuatan ghaib.

Asal-Usul terjadinya Larung Sesaji

Sejarah munculnya tradisi Larungan Sesaji ini sangat erat kaitannya dengan kejadian-kejadian yang bersifat malapetaka. Berbagai kejadian sering terjadi dalam lingkup dusun khususnya desa Ngebel yang saat itu masyarakat dengan kultur jawa yang masih sangat kental dan kuat. Masyarakat desa Ngebel menyikapi bahwa gangguan makhluk halus tersebut merupakan utusan danyangan (roh-roh halus) yang berada di Desa Ngebel. Dengan keyakinan penuh para sesepuh desa Ngebel menyarankan agar memberikan sesaji di tempat-tempat yang dianggap ada “penunggunya” atau dikeramatkan.

Pada akhirnya terwujudlah suatu kesepakatan Bersama tentang pengadaan kegiatan ritual ini, memohon keselamatan dan bersih desa yang dilangsungkan di Telaga Ngebel Kabupaten Ponorogo yang diwujudkan dalam serangkaian kegiatan spiritual dengan inti acara yaitu, ritual Larungan Sesaji.

Kaitan dengan teori Hukum Adat

Larungan sesaji ini mencerminkan hukum adat yang ditetapkan pada tradisi masyarakat setempat. Dalam konteks ini hukum adat mengatur pelaksanaan ritual dengan mengikuti norma dan nilai yang telah ada secara turun-temurun. Seiring dengan perkembangan agama islam di daerah tersebut, banyak unsur islam yang dimasukkan ke dalam pelaksanaan ritual larung sesaji ini, diantaranya yaitu tasyakuran, istighotsah dan khataman al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat dapat beradaptasi dengan pengaruh agama tanpa menghilangkan esensi budaya aslinya.  

Setiap Langkah dalam prosesi larungan sesaji ini memiliki makna simbolik yang mendalam. Seperti, penyembelihan kambing kendhit dan pelarungan darahnya dianggap sebagai bentuk permohonan keselamatan dan berkah dari sang pencipta, mencerminkan identitas budaya masyarakat yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat tidak hanya mengatur Tindakan fisik, tetapi juga menciptakan makna spiritual bagi masyarakat.

Prosesi ritual Larungan Sesaji 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun