Ada beberapa buceng raksasa yang sengaja diarak mengelilingi Telaga Ngebel sebelum di larungkan. Selama prosesi pun, masyarakat dengan sangat antusias menyaksikannya. Sebelum prosesi itu dimulai, biasanya ada penampilan yang merupakan ciri khas dari daerah Ponorogo itu sendiri, yaitu Reog Ponorogo dan juga beberapa tarian Tradisional. Malam sebelumnya ada arak-arak an obor dan larung kepala kambing sebagai simbol wujud Syukur kepada Tuhan YME dengan berbagai sesembahan ke lingkungan. Kemudian ada juga buceng porak yang diperebutkan oleh masyarakat yang mencari apuah atau berkah. Sementara tumpeng raksasa yang berisi hasil bumi dilarungkan atau di tenggelamkan di Tengah Telaga Ngebel, hal ini dimaksudkan memberi makan semua makhluk yang ada di dalam telaga atas segala berkah yang diberikan selama ini.
Rangkaian prosesi ritual larung sesaji dimulai sejak pagi hari menjelang datangnya malam 1 suro hingga puncak acara pada Tengah malah tanggal 1 suro. Adapun rangkaian acaranya tersusun sebagai berikut:
- Memandikan kambing kendhit
- Penyembelihan kambing kendhit
- Melarung darah kambing kendhit
- Tasyakuran
- Istighotsah, tahlil akbar, dan khataman Al-Qur’an
- Tirakatan
- Membakar kemenyan
- Penguburan kepala dan kaki kambing kendhit
- Larung Sesaji
Tradisi larungan Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo ini adalah contoh nyata bagaimana hukum adat dan agama dapat saling mempengaruhi dan beradaptasi. Ritual ini tidak hanya menjadi sarana untuk emmohon berkah tetapi juga mencerminkan identitas budaya masyarakat yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan sosial.
KESIMPULAN
Ritual Larung Sesaji di Telaga Ngebel, Ponorogo, yang dilaksanakan pada malam 1 Suro, merupakan tradisi kejawen yang menggambarkan hubungan erat antara masyarakat setempat dengan kepercayaan spiritual dan adat istiadat. Ritual ini adalah bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan serta permohonan perlindungan dan keselamatan, yang diwujudkan dengan melarungkan sesaji berupa hasil bumi. Tradisi ini berakar dari kepercayaan pada kekuatan mistis dan danyangan (roh halus) di sekitar Telaga Ngebel.
Upacara Larung Sesaji ini memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat, dengan setiap tahapan prosesi yang dilakukan secara simbolis. Selain itu, ritual ini juga mencerminkan bagaimana hukum adat mampu beradaptasi dengan pengaruh agama Islam , di mana unsur-unsur seperti tasyakuran, istighotsah, dan khataman Al-Qur'an menjadi bagian dari prosesi tanpa menghilangkan esensi budayanya. Larung Sesaji tidak hanya menjaga keharmonisan dengan kekuatan alam dan leluhur, tetapi juga menjadi cerminan identitas budaya yang kaya akan nilai spiritual dan sosial bagi masyarakat Ponorogo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H