Mohon tunggu...
Faradina Septi Awaliyah
Faradina Septi Awaliyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki ketertarikan dalam menulis, menggambar dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Fenomena Meningkatnya Perkawinan di Bawah Umur dan Solusi untuk Masa Depan

12 September 2024   20:43 Diperbarui: 12 September 2024   20:56 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Nama                        : Faradina Septi Awaliyah 

  Nim                            : 222111344

  Kelas                          : HES 5i 

  Matkul                      : Sosiologi Hukum

  Dosen Pengampu :   Thau'am Ma'rufah S.Sy M.Sos     

         Perkawinan di bawah umur merupakan salah satu isu serius yang terus menjadi perhatian di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan batas usia perkawinan melalui undang-undang, fenomena ini tetap meningkat, terutama di wilayah pedesaan. Perkawinan anak membawa dampak besar bagi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan psikologis anak-anak yang terlibat. Di Indonesia, kasus perkawinan di bawah umur tetap menjadi isu yang memprihatinkan. Meskipun UU No. 16 Tahun 2019 telah menaikkan batas usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun, praktik ini masih umum terjadi di beberapa wilayah, terutama di daerah pedesaan dengan akses pendidikan yang terbatas. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat peningkatan dalam jumlah perkawinan anak di berbagai provinsi, meskipun angka pastinya sulit dipastikan karena banyak kasus tidak dilaporkan. Beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat menunjukkan angka perkawinan anak yang cukup tinggi. Di NTB, misalnya, norma budaya dan kemiskinan sering menjadi alasan utama anak-anak perempuan dinikahkan di usia muda. Hal yang sama berlaku di Sulawesi Selatan, di mana tradisi dan kurangnya akses pendidikan turut mendorong praktik ini.

          Pernikahan diusia yang sangat muda atau disebut dengan pernikahan dini jika diamati Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya dimana faktor ekonomi atau kemiskinan menyebabkan dari keluarga atau individu terdorong untuk melakukan perni kahan dini, dikarenakan adanya keterbatasan dari akses pendidikan dimana tingkat dari pendidikan dan juga pengetahuan dari anak yang bersangkutan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya atau cenderung terjadinya pernikahan dini. Adanya alasan terhadap budaya yang dianggap mengikat, dan kuatnya akan norma yang bersifat tradisional

          Perkawinan di bawah umur membawa berbagai tantangan sosial yang signifikan. Di banyak masyarakat pedesaan, norma budaya dan tradisi masih sangat kuat. Pernikahan dini sering dianggap sebagai solusi untuk masalah-masalah sosial, seperti menjaga kehormatan keluarga atau menghindari stigma sosial. Hal ini sering kali memperkuat siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan gender. Anak-anak perempuan yang menikah muda sering kali kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Mereka diharapkan untuk menjadi ibu rumah tangga dan merawat keluarga, yang sering kali membuat mereka terputus dari peluang pendidikan dan pengembangan diri. Selain itu, pernikahan dini dapat memperburuk situasi ekonomi keluarga, karena anak-anak perempuan yang menikah muda cenderung tidak memiliki keterampilan atau kualifikasi untuk mendapatkan pekerjaan yang baik.

         Dari segi hukum, meskipun undang-undang telah diubah untuk menetapkan batas usia perkawinan yang lebih tinggi, penerapan hukum sering kali menghadapi kendala. Banyak pengadilan yang memberikan dispensasi untuk pernikahan di bawah umur, terutama di daerah-daerah pedesaan. Celah hukum ini sering dimanfaatkan oleh keluarga yang mencari solusi cepat untuk masalah sosial atau ekonomi. Kurangnya pemahaman mengenai hak-hak anak dan dampak jangka panjang dari perkawinan dini juga menjadi tantangan. Banyak orang tua dan masyarakat yang tidak sepenuhnya menyadari bahwa perkawinan di bawah umur dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik, psikologis, dan pendidikan anak. Selain itu, penegakan hukum yang lemah di beberapa daerah membuat sulit untuk mengatasi dan mencegah praktik ini secara efektif.

          Sehingga menimbulkan akibat dalam menjalankan rumah tangganya, pasangan tersebut akan menghadapi banyak masalah. Seperti minimnya pengetahuan dan pengalaman, maka pasangan yang sangat muda ini banyak yang tidak bisa mengurus anak dengan benar, atau anak yang dilahirkan lemah, atau mengalami kendala soal ekonomi karena pasangan ini sangat muda dan tidak memiliki pendidikan formal dan tidak bekerja sehingga tidak mempunyai penghasilan, yang pada akhirnya membebani orang tua masing- masing pasangan tersebut, atau sebab yang lain adalah kurang dewasa dalam menghadapi perbedaan di antara pasangan tersebut. Sehingga akhirnya terjadilah keretakan yang berakhir dengan perceraian. Dengan adanya gejala seperti ini tentunya pemerintah sangat berperan untuk membuat aturan. Karena bagaimanapun juga keluarga adalah unit yang paling kecil dalam masyarakat. Jika kesejahteraan keluarga saja tidak terwujud, bagaimana pula kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Penetapan usia perkawinan oleh pemerintah sebenarnya mempunyai tujuan bagus. Tapi ketika dihadapkan pada kenyataan, kita akan menemukan banyak masalah, yaitu banyaknya perkawinan yang terjadi karena alasan-alasan tertentu yang tidak memenuhi batas minimal usia untuk melangsungkan perkawinan. Misalnya, kalau perkawinan tertunda khawatir terjadi perzinahan. Bahkan mungkin karena kebelet ingin kawin, tidak sedikit remaja yang merekayasa usianya supaya mencapai batas minimal untuk kawin. Jadi jika melihat alasan-alasan tersebut, maka perkawinan anak di bawah umur yang marak terjadi saat ini harus dilarang karena membawa banyak dampak negative bagi berlangsungnya rumah tangga nantinya. Sebab pada usia muda tersebut calon pasangan belum ada kesiapan fisik, mental dan materi yang belum matang.

          Penyuluhan kepada masyarakat perlu diberikan, sehingga masyarakat memahami pengertian pernikahan anak di usia dini, efek ataupun dampaknya bagi anak, dan tujuan anak untuk selalu diberikan perlindungan karena menyangkut akan hak-haknya, disamping itu perlu adanya pengawasan dari orang tua atau masyarakat terhaap pernikahan anak diusai dini. Penerapan hukuman kepada pelaku juga perlu diberikan agar hukum mempunyai kewibawaan, sehingga tumbuhnya tingkat kesadaran bagi masyarakat ataupun pelaku, perlu adanya koordinasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk menghindari pernikahan anak tersebut. Pencegahan atau keharusan melarang anak-anak agar tidak terjebak dalam pernikahan dalam usia dini atau pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil di luar pernikahan dan akhirnya harus dinikahkan dalam usia yang sangat muda, artinya orang tua selalu mengawasi, siap siaga tidak lengah ataupun teledor, baik dalam pergaulan anak-anak di rumah ataupun di sekolah serta lingkungan masyarakat, memberikan dan menceritakan bahaya pernikahan dini serta efek dan dampaknya ke masa depan, membatasi pergaulan anak dan tidak membiarkan menonton film film atau melihat gambar gambar yang berbau atau berisikan pornografi. Perlindungan akan anak-anak yang ada sesuai dengan asas-asas perlindungan akan prinsip-prinsip yang pokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun