Selama ini mahasiswa identik dengan lulus cepat dan nilai bagus = Perfect. Mahasiswa selalu didorong agar lulus maksimal 4 tahun, makin cepat makin bagus katanya. Saya sendiri sih waktu itu tidak terlalu termotivasi, kuliah Teknik yang rumit, dengan tugas-tugas bejibun, praktikum yang bertumpuk, apalagi saya menyadari ternyata saya tipe murid yang tergantung dengan guru. Maksudnya, kalau guru yang mengajarnya enak, saya akan semangat mempelajarinya, kalau gurunya tidak nyaman, yah saya ogah-ogahan, seperlunya saja.Â
Akhirnya saya lulus kuliah S1 selama 5 tahun. Tidak merasa apa-apa, karena toh sehabis itu syukurnya saya langsung mendapat pekerjaan,kemudian asyik sekali menjalani dunia karyawan. Namun tiba-tiba saya memutuskan untuk S2, dengan jurusan yang tidak linier dengan S1 saya. Orangtua saya pun mendukung, entah kenapa, hehe. Singkat cerita, masuklah saya di universitas swasta dengan jurusan bidang ekonomi. Jauh sekali melencengnya.
Namun karena ini S2, mata kuliah tidak banyak, dan saya masih mampu mengikutinya, nilai saya pun ada di nada B paling rendah. Semester 1 saya tempub dengan mulus. Semester 2, mata kuliah bertambah yaitu proposal tesis. Sebenarnya, yang umum terjadi adalah mahasiswa menyelesaikan proposal tesis saat akhir semester 3, sehingga bab seterusnya akan selesai pada akhir semester 4. Lulus pas 2 tahun jadinya. Namun yang terjadi pada saya tidak. Dipicu pengumuman yang entah benar entah tidak, bahwa proposal tesis harus selesai semester 2, maka saya berusaha menyelesaikan proposal pada akhir semester 2 itu juga. Saya kebut dan berhasil! Proposal selesai di akhir semester 2.Â
Semester 3, saya mencoba menyelesaikan bab 4 dan 5 dari tesis saya. Sempat saya malas sekali menyelesaikan karena saya tidak ahli urusan statistik, namun akhirnua dapat jalan keluarnya. Sehingga terbetik harapan, mungkinkah saya lulus 3 semester?Â
Semesta mendukung, dosen dan kaprodi saya pun berusaha membantu saya untuk bisa sidang tesis di akhir semester 3. Saya berusaha sampai tiba waktunya pendaftaran sidang. Namun ternyata mas mas TU menjadi aktor hopeless saya untuk bisa lulus 3 semester. Si mas mas TU ini menanyakan ke semua orang yang berkepentingan, bahwa mahasiswa yang lulus 3 semester tidak diperbolehkan. Tahukah alasannya? Karena peraturan DIKTI. Saya gagal paham di situ, apa sih mudaratnya seseorang lulus 3 semester? Emangnya rugi apa? Saya lemes dengernya, apalagi membayangkan uang spp harus bayar lagi. Kan lumayan uang spp nya bisa dipakai liburan...Â
Saya tanyakan ke biro akademik, dapat jawaban yang sama. Buka permen dikti dan saya tunjukkan poin mana yang bilang mahasiswa minimal lulus 4 semester, tidak ada juga. Grup TU berkeras saya agar tidak mencari celah dan nurut saja, ya ampun, kok kesel ya...Â
Cek ricek, dosen dan kaprodi saya tidak tahu soal ini. Saya juga maklum, ini peraturan kok aneh banget, lulus cepat tidak dibolehkan? Super aneh menurut saya..Â
Akhirnya saya menyerah, saya bayar SPP. Selain itu, berita acara sidang saya juga masuk semester 4,sehingga saya resmi lulus 4 semester...Â
Tapi yang saya bingungkan sampai sekarang adalah: apa alasannya dikti melarang mahasiswa lulus kurang dari 4 semester? Apa kerugiannya? Kenapa tidak dicantumkan saja di setiap kampus, mahasiswa minimal menempuh 4 semester, atau 8 semester untuk S1. Dan untuk apa juga kebijakan yang berIPK tinggi bisa ambil kuliah lebih banyak? Percuma, toh lulusnya wajib 4/8 semester.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H