Di era pemerintahan Presiden Jokowi sekarang ini, pembangunan infrastruktur sangat diiutamakan di berbagai daerah. Dalam Seminar Nasional dengan Tema "Pembangunan Infrastruktur Indonesia dalam Rangka Menunjang {embanguna Ekonomi" di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Senin (17/7/2017), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini tengah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Karena pada dasarnya, infrastruktur merupakan salah satu pendorong utaman pertumbuhan ekonomi termasuk menaikkan investasi asing maupun domestik.
Pembangunan bentuk-bentuk infrastruktur yang diutamakan kini yaitu berupa pembangunan ruas jalan, jalan tol, bandara, pelabuhan, dan jalur rel kereta api. Pada APBN tahun 2017, total anggaran infrastruktur sebesar Rp 387,3 triliun, jumlah ini naik dari APBN tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 317 triliun. Namun faktanya, anggaran infrastruktur yang sebesar itu rata-rata hanya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa. Padahal, daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Negara Indonesia cukup banyak dan masih memerlukan dana untuk pembiayaan pembangunan infrastrukturnya.
Pada tahun 2017, Kementrian PUPR telah berupaya mengoptimalkan anggaran infrastruktur tersebut untuk proyek pembangunan yang berfokus pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah (growth center) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan ini diharapkan dapat menadi salah satu strategi untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah dan mengurangi ketimpangan seperti disparitas harga antar daerah.
Menurut laporan Global Competitiveness Index 2017-2018 yang dirilis World Economic Forum pada September lalu, daya saing Indonesia meningkat dari peringkat ke-41 pada 2016 menjadi ke-36 pada tahun ini. Infrastruktur menjadi salah satu tolok ukur peningkatan daya saing tersebut. Fakta ini menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia kini menjadi prioritas pemerintah. Meskipun begitu, faktanya pembangunan infrastruktur di Indonesia kini masih banyak yang 'mangkrak' atau tidak selesai karena keterbatasan biaya terutama pada daerah 3T.
Dari waktu ke waktu, pembiayaan infrastruktur di daerah 3T selalu semakin meningkat. Ditambah pendistribusian material bangunan menuju daerah 3T yang cukup susah membuat harga material bangunan menjadi semakin lebih mahal. Sehingga biaya pembangunan yang dianggarkan sering mengalami pembengkakan. Oleh karena itu, agar pembangunan infrastruktur di daerah 3T tetap terlaksana diperlukan inovasi pembiayaan pembangunan yang tidak hanya mengandalkan pembiayaan konvensional berupa APBN maupun APBD.
Inovasi pembiayaan pembangunan infrastruktur pun harus didasari dengan memperkirakan keuntungan setelah dibangunya infrastruktur tersebut. Apabila efek pembangunan infrastruktur diperkirakan tidak menguntungkan secara ekonomi dalam skala besar maka pembiayaan pada infrastruktur tersebut hanya dapat menggunakan pembiayaan konvensional berupa APBN, APBD, ataupun Dana Alokasi Khusus. Sedangkan jika setelah infrastruktur dibangun berpengaruh besar dalam segi ekonomi dan memiliki keuntungan yang cukup besar, maka dapat dilakukan inovasi pembiayaan infrastruktur.
Inovasi dari pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur pada umumnya yaitu melalui public private partnership atau KSO (Kerja Sama Operasi) yang dilakukan antara pemerintah daerah atau BUMN dengan pemerintah swasta. Namun, inovasi ini masih memiliki banyak kelemahan dalam pelaksanaannya. Silmi Karim, Ketua II Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada tahun 2010 mengatakan bahwa kelemahan KSO antara lain informasi yang diberikan kepada pihak swasta sering belum memadai, kurangnya studi kelayakan, kurangnya transparansi pembiayaan, dan kepastian proyek masih kurang.
Selain KSO, inovasi pembiayaan pembangunan infrastruktur yang dapat dilakukan yaitu melalui Penanaman Modal Negara (PMN), Sekuritisasi Aset, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan Pembiayaan Infrastruktur Non APBN (PINA). Keempat inovasi ini tetap mendorong peran swasta dalam pembiayaannya. Dalam pembiayaan infrastruktur dengan PMN, pemerintah melalui BUMN melakukan investasi ekuitas modal negara untuk menutup biaya pembangunan infrastruktur yang masih kurang. Sedangkan sekuritisasi aset yang dimaksudkan disini yaitu mendapatkan dana pembiayaan infrastruktur yang dibantu oleh BUMN.Â
Sekuritisasi aset melalui penjaminan pendapatan masa mendatang, dapat memperoleh dana yang besar. Sehingga dana yang didapat tersebut dapat digunakan untuk pembangunan insfrastruktur di daerah 3T. Untuk metode KPBU, dilakukan dengan cara membuat konsep pembangunan infrastruktur menjadi semenarik mungkin agar investor atau Badan Usaha mau menananmkan modal dalam bentuk kontrak jangka panjang pada pembangunan infrastruktur di daerah 3T.Â
Keuntungan dari KPBU ini yaitu terjadinya kesinambungan perencanaan, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan karena kontrak dilakukan dalam jangka panjang. Sedangkan dengan mengoptimalkan PINA maka proyek pembangunan yang telah siap dapat dilakukan penstrukturan proyek beserta pembiayaannya oleh PT. SMI dan IIF. Sehingga pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur di daerah 3T akan lebih terjamin oleh pihak swasta.
Adanya inovasi baru dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur di daerah 3T dapat menjadikan alternatif pemerintah untuk memperoleh dana. Hal tersebut juga berdampak pada pembangunan infrastruktur di daerah 3T lebih berjalan dengan lancar. Kelacaran pembangunan infrastruktur tentu ikut meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat. Ketimpangan dan kesenjangan yang terjadi antara wilayah Pulau Jawa dan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia pun diharapkan dapat berkurang. Sehingga masyarakat yang tinggal di daerah 3T maupun wilayah Pulau Jawa dapat merasakan keadilan dan kesempatan yang sama dalam berbagau hal.