Gavi, salah satu inisiator COVAX bersama WHO, menyebutkan rata-rata masa kedaluwarsa vaksin Covid-19 yang telah diadministrasikan hingga sekarang sekitar 3-6 bulan; atau rata-rata sekitar 4,5 bulan.
Untuk mengestimasikan laju vaksinasi yang ideal di suatu daerah demi mencegah vaksin kedaluwarsa, kita bisa menghitungnya menggunakan rumus required daily utilization rate yang digunakan oleh WHO.
Required daily utilization rate = jumlah dosis vaksin yang tersedia / (jumlah hari tersisa sebelum tanggal kedaluwarsa -- 14).
Kita ambil Kabupaten Pegunungan Bintang sebagai contoh kasus.
Per 30 September, jumlah dosis vaksin yang tersedia adalah 1.300. Kita asumsikan masa kedaluwarsa vaksin yang didistribusikan ke wilayah ini 4,5 bulan atau sekitar 135 hari.
Perhitungannya:
- required daily utilization rate = 1.300 / (135 -- 14) = 10,7 (11 dosis vaksin setiap hari)
Sementara berdasarkan data dari Kemenkes, rata-rata vaksinasi di Pegunungan Bintang hanya 1 dosis per hari. Artinya, Pegunungan Bintang mesti meningkatkan laju vaksinasi 10 kali lipat dari saat ini demi mencegah stok vaksin kedaluwarsa.
Dengan rumus yang sama, jika mengikuti kebijakan Badan POM bahwa masa kedaluwarsa vaksin sekitar enam bulan, Pegunungan Bintang mesti melaksanakan vaksinasi setidaknya 8 dosis setiap hari.Â
Dengan laju 1 dosis per hari saat ini, dosis vaksin yang akan habis di Pegunungan Bintang sebelum masa kedaluwarsa 4,5 bulan adalah 1 dosis * (135 -- 14) = 121. Artinya, ada sisa 1.300-121 = 1.179 dosis----atau 90,69% berisiko kedaluwarsa dan harus dibuang. Angka ini jauh lebih tinggi dari standar wastage rate sebesar 5% untuk single-dose vials dan 15-25% untuk 10-dose vials.
Kenapa Penyerapan Vaksinasi Rendah?
Di Pegunungan Bintang baru 6,7% dari total target 44.910 populasi yang telah divaksin dosis pertama, dan 5,0% dosis kedua (data per 30/9).