"lebay itu untuk orang yang tidak menghargai hak orang lain, dan sekarang banyak yang lebay", kalau ini kata saya sendiri mencoba menirunya. Dilan oh Dilan, kau sungguh menginsipirasi.
Selain terinspirasi cara merangkai kata gomballl, banyak juga yang terisnpirasi dari cover Dilan dan film ini menjadi momentum untuk membuatnya sebagai meme, yang pesannya menyuarakan keadilan.
Pertama-pertama saya menemukannya dipostingan instagram sebuah akun penjua buku, yang bergambar Munir, dengan tajuk "Mencari Kea-DILAN". Sampai-sampai teman saya ikut menyebarkan meme bergambar itu di Instagram Stories-nya dan memberi komentar sendiri: ditengah keramaian membahas tentang dilan, ada keadilan yang terasingkan. Hajar bung!
Munir memang mencari keadilan, maaf, sepertinya sekarang begini, orang-orang disekitar Munir memang mencari keadilan untuknya. Kasus Munir belum pernah terselesaikan atau bahkan ada kesengajaan untuk tidak menyelesaikan kasus ini. Kembali berkas tim pencari fakta kasus Munir dinyatakan hilang. Ada apa? Masa berkas negara bisa hilang dikantor negara yang punya pengawasan ketat.
Mau dibantu mengawasinya Pak, kebetulan saya sedang berusaha keluar dari zona menganggur?
Suciwati, Istri Munir, pernah bilang dalam kamisan ke-522, Negara dalam hal ini pemerintah tidak serius untuk menangani kasus HAM, dan presiden sendiri sudah jelas posisinya jika dia anti hak asasi karena merekrut para pelaku pelanggr HAM jaman Orde Baru. "Kenapa kita harus komunikasi dengan orang yang jelas mengkhianati kita, mengkhianati refromasi bukan hanya kepada para korban tetapi kepada reformasi itu sendiri yang sudah diperjuangkan bersama-sama", kata Suciwati bergelora.
Nampaknya Suciwati gerah dan gemas melihat tingkah pemerintah kita yang lebay. Saya ingatkan lagi lebay itu untuk orang yang tidak menghargai hak orang lain.
"sejak kenal kea-Dilan aku jadi paham betapa berartinya ucapan selamat tinggal", ungkap Suciwati apabila ingin menirukan gaya Milea. Semangat terus ya Mba Suci.
Meme yang kedua bergambar Wiji Thukul, penyair sekaligus aktivis 98 yang hilang. Huruf D diganti menjadi huruf H dan diakhir kata ditambah G, HILANG. Penyair bercadel, pelo, ikal, dan selalu tampil apa adanya ini sangat kritis terhadap pemerintah sampai dituduh subversif. Baris akhir dalam puisi Peringatan-nya, maka hanya ada satu kata: lawan, terus berkumandang melampui keberadaan dirinya.
Seperti bunga pada tembok-tembok yang terus menjalar dan menyebar, begitulah puisi dan semangat perlawanannya terhadap pemerintah yang otoriter. Walau mata kanannya dipukuli dengan senapan sampai ia musti diperban --- seperti gambar yang berada di meme itu --- ia terus melawan. Berpindah tempat dan berganti nama, diteror dan dibuntuti --- kurang kerjaan yah mereka Wiji, selalu mengusik aktivitas dan hakmu, lebay, mending menganggur --- tak kau hiraukan lagi asal kau tetap melawan.
Jika Dilan mengatakan ini kepada Wiji, "jangan lawan, berat, biar aku saja, kamu ngga akan kuat". Maka jawabnya, "ini pilihan, tahun 90-an situ terlalu sibuk dengan urusan asmara kelesss".