Menurut Browne dan Keely (2007) kesalahan berlogika atau logika yang berasal dari asumsi-asumsi yang keliru, Logical Fallacy bisa terjadi dimana saja termasuk dalam demokrasi, berikut saya cantumkan cacat pikir dalam demokrasi.
- Red Herring Fallacy, Red herring adalah ikan merah yang baunya menyengat sehingga bisa mengalihkan perhatian. Jadi Red herring fallacy terjadi ketika pembicara mengalihkan fokus argumentasi dari inti perdebatan agar argumentasi lebih gampang dimenangkan. Contohnya seperti yang terjadi pada pernyataan "mending kuliah daripada ikut demo di jalan" di mana inti perdebatan seharusnya adalah "boleh tidaknya demonstrasi"
- Strawman Fallacy, Sesat pikir strawman atau orang-orangan jerami adalah jenis kekeliruan logika yang mereduksi makna argumen lawan diskusi sehingga lebih mudah diserang seperti orang-orangan dari jerami. Contohnya pernyataan Prabowo yang merubah makna 'kemunduran ekonomi' era Jokowi menjadi frasa 'kehancuran perekonomian'. Pernyataan ini mengandung potensi kekeliruan berlogika karena kemunduran dalam beberapa sendi ekonomi Indonesia tak menunjukkan definisi kehancuran ekonomi sebuah negara, termasuk Indonesia.
- Ad Hominem Fallacy, Sesat pikir yang menyerang pribadi lawan dan bukan pada esensi argumentasinya. Contohnya ketika seseorang mengaitkan kemampuan memimpin seseorang dengan usianya. Padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan memimpin tak memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan umur.
- Appeal to Emotion Fallacy, Ketika pembicara mengungkit hal-hal emosional yang tidak relevan dengan argumentasi utama. Contohnya ketika keberpihakan Jokowi kepada rakyat disimpulkan dari gaya berpakaian yang sederhana atau latar belakang sosialnya.
- False Dichotomy Fallacy, Ketika dua pilihan dihadirkan sebagai sesuatu yang harus dipilih sementara opsi yang mengakomodasi keduanya masih mungkin diambil atau diperdebatkan. Misalnya pernyataan 'kalau Anda Jokowi berarti Anda anti-Prabowo'. Pernyataan tersebut sesat pikir karena bisa saja seseorang menyukai beberapa ide Prabowo walaupun setelah menimbang dengan matang orang tersebut memilih Jokowi, tanpa harus anti terhadap ide Prabowo.
- Faulty Generalisation Fallacy, Kekeliruan ini terjadi ketika seseorang mengambil kesimpulan dari contoh yang tidak signifikan lalu mengambilnya sebagai dasar generalisasi secara serampangan. Contohnya adalah seperti dalam kalimat 'Prabowo memilih Sandiaga Uno karena Pak Prabowo peduli generasi muda' atau 'Jokowi memilih Ma'ruf Amin karena Jokowi peduli ulama". Dua pernyataan tersebut rentan kekeliruan berlogika karena bisa saja pilihan ini adalah kompromi politik dan tidak serta merta bisa dimaknai sebagai kepedulian terhadap segmen masyarakat tertentu secara nasional atau menyeluruh. Contoh lain yang berpotensi keliru adalah ketika Sandiaga Uno mengambil contoh menipisnya ukuran tempe menjadi seukuran kartu ATM sebagai indikator kondisi perekonomian masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!