Sejumlah harga kebutuhan pokok di Indonesia telah ramai dibicarakan naik di sejumlah daerah. Hal ini selain disebabkan karena adanya pandemi covid-19, juga disebabkan karena adanya menurunnya produksi serta melambatnya panen karena berbagai faktor, salah satunya adalah cuaca.
Berikut ini ulasan singkat, deskripsi tentang kondisi pasar di Yogyakarta, dan beberapa fakta unik terkait dengan kehidupan pasar tradisional di Yogyakarta.
Kisah Raja Jogja membuat pingsan tukang sayur
Diceritakan bahwa Sri Sultan HB IX pada tahun 1960 sedang mengendarai mobil angkutan sayur dan diberhentikan oleh pedagang tukang sayur. Dan Sri Sultan bertanya "Ada apa bu?". Lalu pedangang meminta Sri Sultan untuk mengantar sayur ke pasar Beringharjo, dengan menggunakan kaca mata hitam Sri Sultan pun tersenyum dan turun untuk mengangkut barang dagangan ibu tersebut.
Perjalanan pun sangat menyenangkan, keduanya saling bercengkerama satu sama lain. Setelah tiba di pasar Beringharjo, Sri Sultan turun dan mengangkut karung sampai ke dalam pasar. Sedangkan ibu tersebut berjalan di depannya Sri Sultan. Setelah sampai di tempatnya ibu tersebut bertanya, "Berapa ongkosnya, pak Sopir?".
"Wah ndak usah bu,"
Walah pak Sopir seperti ndak butuh uang saja Ungkap sang ibu. "Sudah tidak bu", terimakasih tutur Sri Sultan.
"Biasanya saya kasih segini", ibu tersebut mengira bahwa pemberiannya tersebut kurang. Ibu tersebut juga menganggap bahwa Pak Sopir sudah kaya, sehingga enggan menerima uang, sikap sinispun ditunjukkan oleh ibu penjual sayur tersebut. Tidak lama berselang ada seorang mantri Polisi mendekatnya.
Sang mantri polisi pun menyakan kepada ibu penjual sayur. "Bu, ibu tahu tadi bicara dengan siapa?". Dengan santai ibu tersebut menjawab "dengan pak Sopir". Lalu mantri polisi tersebut memberi tahu bahwa "ibu itu bebicara dengan yang punya ringin kembar (sambil menunjuk ringin di depan keraton Yogya)". Seketika itu Ibu penjual sayur langsung pingsan mengetahui bahwa "Sopir" yang dimaksud adalah Sri Sultan HB IX atau Raja Yogyakarta. Itulah contoh kedermawan Sri Sultan HB IX yang menyatu dengan rakyatnya, perangainya yang sederhana.
Pasare resik, rejekine Apik
Pasar-pasar di Yogyakarta telah lama berbebanah. Banyak pasar yang dibangun menjadi modern menjadi tiga lantai, dan terdapat berbagai fasilitas umum lainnya. Jika dulu pasar menjadi tempat yang kotor dan kumuh, semrawut, serta tidak tertata rapi, maka Yogyakarta sudah lebih dulu menerapkan kenyamanan berbelanja di pasar tradisional.
"Pasare resik, rejekine apik", artinya adalah pasarnya bersih, rejekinya juga bagus.
Slogan inilah yang selalu ditanamkan kepada para pedagang tradisional di Yogyakarta. Jika kita memasuki pasar tradisional, maka yang ada didalamnya adalah kebersihan, para pedagang yang sangat ramah dan murah senyum, serta nrimo bagi sebagian besar penjual di pasar tradisional.
Kita dapat bebas menawar selama dalam batas wajar, tidak jarang kita temui "mbah-mbah" atau nenek-nenek yang sudah lanjut usia semangat untuk berdagang meskipun barang yang ditawarkan seadanya, mereka juga pergi ke pasar dengan mengunakan sepeda, "hebat bukan?". Semuanya terlihat sederhana dan tidak ada harga yang melebihi batas kewajaran.