Inilah aku!
yang kemaren sedang nyenyak
pada setumpuk diam dan
rentetan abjad yang kubiarkan tercecer
berserakan di tong sampah otakku
tanpa merangkai kata seperti yang ditunggu-tunggu
kalimatkalimat di tengah jalan itu, perlahan
langkah berderap agar sang abjad dapat menyusulnya
tapi dasar batu, setespun tak boleh lewat saja
tak ada Ibnu Hajar yang melukisnya
setetessetetes pada batu itu
Inilah aku!
higga tadi malam aku masih sekarat
belum juga ajal ku jemput
cukup lama.
Memang, mata masih melihat, telinga mendengar
mulut nyeracau, harum apapun masih tertib di rongga
hidung, kaki melangkah, tangan menggenggam, juga.
tapi hati tak menjangkau pun tak terjangkau
Dan mimpi hanya mampu menjadi mimpi
bumi hanya lempengan bongkahanbongkahan
seakarpun berumput tak ada berbunga
mendung yang menggantung tak jua membasahi kelopak
”Masihkah abjad_abjad itu kau simpan dalam laci
yang lapuk karatan itu. Tidakkah kau tahu aku dapat rak_rak
menatanya. Kapan kau rakit abjad_abjad itu. Tak sadarkah kau
telaga ini semakin luas, tak hanya seekor yang rindu akan melintas?”
Inilah aku!
berteriak...
”Wahai engkau! Kenapa kau belumlah bunuh kau itu, sejukkah kau
dengan sekarat yang berundak tahun ke tahun. Padahal Azroil
tengah siap-siap menjemputmu kapan saja. Dia mampu membawamu
menemui paragraf langit. Tapi dasar kau batu, kau setia dengan sekarat
yang menguasai tubuhmu!”
Inilah aku
berpeluh...
”Ayolah, bangun dari tidurmu. Bajaklah tanah yang kau punya.
semai benih bungabunga. Karena akan segera pecah
menyiramkan keringatnya dari sudut hatimu yang nurani!”
Inilah aku!
bersenyum...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H