Langit Solo biru cerah, meskipun matahari masih terik tapi Solo begitu sejuk sore ini, aku berjalan berkeliling bersama Gebi.
“Serabi Solo!” teriakku saat melihat gerobak penjual serabi Solo. “Beli yok, Geb!”
Aku kemudian memesan dua serabi Solo; satu serabi rasa coklat pisang untukku dan satu serabi rasa coklat keju untuk Gebi.
Serabi Solo memang menjadi incaranku saat berencana akan travelling ke Solo. Bukannya di tempatku tidak ada penjual serabi, tetapi kurasa serabi Solo berbeda dengan serabi yang biasa dijual di tempatku.
Krenyes! Betul saja, serabi Solo memang beda. Pinggirannya yang kriuk lebih menambah selera, berbeda dibandingkan serabi di tempatku yang seluruh permukaannya lembut.
“Beda nih serabinya dengan yang di tempat ane!” kataku kepada Gebi. “Gak nyesel dah travelling ke Solo!”
Gebi hanya tertawa kecil, tetapi matanya sibuk memandang gadgetnya dan tangannya sibuk mengetik-ngetik.
“Ngapain sih? Sibuk amat dari hari awal travelling gakbisa lepas dari hape”
“Biasa, si Ira!” sahutnya sambil tetap sibuk dengan gadgetnya, maksudnya ia sibuk chat dengan Ira, pacarnya.
“Caelah.” Aku kemudian melanjutkan acara makan serabi Solo-ku.