Mohon tunggu...
Fatihnokturnal
Fatihnokturnal Mohon Tunggu... Pelajar -

Orang malam yang membicarakan terang ngefapfapfap.wordpress.com Al Ain, UAE

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalian Tidak Takut, Saya Takut (Tentang Harga Sebuah Nyawa 2)

16 Januari 2016   01:58 Diperbarui: 16 Januari 2016   13:43 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurun waktu 1965-1966, terjadi pembantaian anggota PKI besar-besaran di Bali. Sekitar 80 ribuan orang dibantai saat itu. Mereka dibantai tanpa ada pengadilan terlebih dahulu, dan pembantaian berlangsung dengan sangat kejam dengan cara-cara yang bisa dikatakan tak bermoral dan takkan dilakukan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka ber-Tuhan, hingga akhirnya banyak yang justru meminta sendiri agar dibunuh saat masih di penjara.

Banyak orang diam dan mungkin justru ikut senang atas pembantaian ini, propaganda Soeharto dan tragedi Gerakan 30 September (pemberontakan PKI) tampaknya membuat mereka menyamaratakan bahwa semua anggota PKI itu bajingan. Padahal banyak anggota PKI yang tidak tahu menahu tentang apa itu PKI sebenarnya, mereka hanya dijanjikan dengan apa yang disebut-sebut ‘revolusi’, ada juga yang dijanjikan materi seperti tanah (dan tentu saja untuk yang satu ini tidak bisa kita samakan dengan koruptor berdasi itu, karena posisi mereka berbeda).

Ya, banyak orang diam saat itu, hingga akhirnya seorang pemuda Indonesia (yang uniknya sebenarnya adalah penentang Soekarno) bernama Soe Hok Gie.

Sekarang, banyak orang yang dengan gembira menyebarkan gambar diatas, salah satu pengebom bunuh diri di Sarinah, Jakarta yang sedang booming saat ini. Dan mungkin kali ini saya yang menggantikan peran Soe Hok Gie yg sudah meninggal puluhan tahun yg lalu, walaupun tentu saja ini bukan pembelaan murni

Untuk yang menyebarkan dengan caption ‘ini bukan mati syahid’ saya tidak masalah. Masalahnya ada orang-orang yang menyebarkan dengan caption ‘sodara sapa neh’, ‘woi ngapain lu senyum senang ya ketemu malaikat Izrail’, ‘teroris bangsat emang bagusnya mati aja lo’, dan lain-lain dan sebagainya.

Saya cuma punya pertanyaan, apa sih yang membuat mereka rela-relanya bom bunuh diri?

Berbeda dengan anggota PKI yang saya sebut diatas, alasan materi tampaknya tidak bisa dipakai disini. Pertama, jika memang benar-benar membutuhkan uang mendingan jual ginjal atau paling banter jadi gigolo-nya tante girang dah. Kedua, mereka kan mati, lah duitnya buat apa?

Alasan yang logis sepertinya hanya satu; ideologi. Sebutlah cuci otak. Dan inilah persamaan mereka dengan anggota-anggota PKI diatas, mereka hanyalah smart man’s guns, mereka hanyalah bidak-bidak catur yang bisa dipakai dan bisa dikorbankan kapan saja oleh mereka yang memainkannya.

Saya pernah menulis sebuah tulisan disaat tragedi bom Paris terjadi berjudul ‘Tentang Harga Sebuah Nyawa’, sekarang itu menjadi judul tulisan ini lagi karena memang itulah yang ingin saya bicarakan lagi disini.

Tolong, pahamilah tentang harga sebuah nyawa.

Okelah, mereka mungkin hanya orang-orang yang tidak kita kenal sehingga kita merasa biasa biasa saja. Tapi bagaimana jika itu adalah teman, kerabat, atau keluarga kita sendiri?

Bagaimana perasaan kalian jika ini adalah anak yang kalian besarkan dengan penuh kasih sayang dan harapan?
Bagaimana perasaan kalian jika ini adalah kakak atau adik kalian yang kalian kenal dan bermain dengannya sejak kecil?
Bagaimana jika kalian sedang bermain sosial media, lalu melihat foto ini dan kemudian dengan kaget berkata, “Hey inikan si Anu teman lamaku!”

Ya, para pelaku bom bunuh diri di Sarinah itu memang sudah mati sekarang, tetapi tidak perlulah kita bully kematian mereka.

Orang-orang sibuk membuat status dan statement di sosial media dengan hashtag #KamiTidakTakut, tapi entah kenapa saya justru takut, saya takut karena kecerobohan saya, saudara-saudara, teman, dan kerabat yang saya sedang bersenang-senang sekarang ini, justru menjadi korban cuci otak seperti pelaku bom bunuh diri di Sarinah kemarin.

Mulailah perhatikan lingkungan sekitar, mulailah perhatikan teman-teman, saudara, kerabat yang mengajak ke pengajian yang nyeleneh atau mereka-mereka yang mulai terlihat berpikiran radikal. Ingatkan mereka, jangan hanya diam.

Karena itulah makna sebenarnya #KamiTidakTakut, bahwa kita bukan hanya tidak takut atas aksi terorisme yang sudah terjadi, tapi kita juga tidak takut atas aksi terorisme yang akan terjadi—karena kita sudah mencegahnya…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun