Meskipun tidak sering, berkali-kali sudah saya melewati jalur antara ibu kota Denpasar dan Singaraja, satu-satunya kota di pesisir utara Bali, entah memang tujuannya Singaraja maupun beberapa tempat wisata yang cukup terkenal di sepanjang pesisir utara seperti Lovina dan Pemuteran. Setiap melintas saya selalu memperhatikan beberapa plang bertuliskan Gitgit Waterfall. Tanpa pernah mencari tahu, saya berasumsi bahwa ada beberapa akses menuju air terjun tersebut. Akhirnya karena penasaran dan kebetulan ada waktu yang mencukupi, saya menyempatkan diri mampir. Saya memilih tempat yang memasang plang Gitgit Waterfall yang memiliki tempat parkir paling luas. Saat itu yang saya pikirkan hanya satu, supaya mudah parkir. Air Terjun Gitgit Medan menuju air terjun ternyata tidak seberat yang saya bayangkan. Jalan setapak berjarak sekitar 600 meter dengan medan naik turun itu dilapisi beton, jadi tidak lagi berdebu di saat kering atau becek di saat hujan. Selain jalan setapaknya lumayan nyaman dilewati, pemandangan sepanjang jalan juga sangat indah. Menyusuri sawah dan kebun cengkeh yang berada di kemiringan bukit, pemandangan ke arah pesisir utara terbuka luas. Air Terjun Gitgit yang di kalangan penduduk setempat dikenal sebagai Air Terjun Desa ini menjulang sangat tinggi. Kabarnya tingginya mencapai 33 meter. Saya lebih memilih untuk percaya daripada mengukurnya sendiri untuk membuktikan. Karena jatuhannya yang tegak lurus, percikan air yang jatuh menimpa kolam yang cukup luas dengan air yang sangat jernih tetapi sangat dingin itu terasa sampai jarak yang cukup jauh. Karena jatuhannya yang cukup tinggi, memang tidak ada yang berani untuk mandi di bawah guyuran jatuhan air terjunnya. Kebanyakan pengunjung memilih untuk berenang di kolam yang terbentuk di sekitar jatuhan air. Airnya sangat jernih tetapi dinginnya luar biasa. Dalam obrolan dengan pedagang yang berjualan di kios-kios sepanjang jalan setapak menuju air terjun ini akhirnya saya tahu bahwa Air Terjun Desa ini bukan air terjun satu-satunya di kawasan ini. Plang yang lain ternyata menuju air terjun yang lain lagi. Air Terjun Kembar
Berada di tempat yang lebih tinggi, tempat parkir menuju air terjun ini lebih sederhana, hanya sedikit luasan di tepi jalan yang cukup untuk memarkir sekitar 10 mobil secara paralel. Banyak pengunjung terpaksa memarkir mobil di badan jalan karena tidak kebagian tempat parkir, padahal medan jalan yang berkelok kelok membuat parkir di badan jalan cukup berbahaya. Medan perjalanan menuju air terjun ini hampir sama dengan Air Terjun Desa, hanya saja tidak ada persawahan yang dilewati. Mungkin karena lokasinya yang lebih tinggi membuat udaranya tidak lagi cocok untuk tanaman padi. Jalan setapak menyusuri kebun kopi, cengkeh, dan hutan juga sudah disemen sementara beberapa kios minuman dan cindera mata berdiri terpencar-pencar. Jaraknya rasanya lebih dekat, mungkin hanya sekitar 400 meteran saja. Mendekati sungai terdapat air terjun ke arah bawah. Cukup tinggi tetapi jatuhannya tidak tegak lurus miring tetapi lumayan curam. Tertipu ... ternyata itu bukan Air Terjun Kembar. Penduduk setempat menamakannya Air Terjun Mekalangan, hiburan pembuka sebelum mencapai tujuan yang oleh masyarakat setempat dinamakan Air Terjun Campuhan. Ternyata Air Terjun Kembar letaknya tersembunyi. Melewati jalan setapak menyusur tebing di tepian sungai yang berkelok-kelok, akhirnya sampailah di tempat yang nampak seperti ruangan besar tertutup yang dipenuhi kolam besar berair sangat jernih. Di ujung kolam terdapat dua buah air terjun yang jaraknya cukup berdekatan sehingga jatuhan airnya bersilang di bawah. Selain indah, suasana yang agak gelap karena dinding tebing yang melingkar membentuk ruangan yang hampuir tertutup membuatnya terasa agak-agak horor. Dengan suasana seperti ini, tidak ada pengunjung yang tertarik untuk bermain di jatuhan air terjun. Meskipun air terjunnya tidak terlalu tinggi, suasana yang unik membuat air terjun ini tetap layak untuk dikunjungi. Lagi-lagi, dari salah satu pedagang disini saya tahu bahwa masih ada satu air terjun lagi yang letaknya berada di tengah-tengah diantara Air Terjun Campuhan dan Air Terjun Desa.
Air Terjun Bertingkat
Terketak di antara kedua air terjun lain, air terjun yang satu ini paling kurang menarik perhatian dari pinggir jalan karena letak tempat parkirnya tidak berada di tepi jalan besar. Dari plang kecil yang terpasang di pinggir jalan besar kita harus melewati jalan kecil sebelum mencapai tempat parkir. Tidak heran kalau jumlah pengunjungnya lebih sedikit. Minimnya jumlah pengunjung juga tercermin dari karcis masuk yang dipungut secara sukarela, terserah mau bayar berapa. Dibanding kedua air terju lain, medan perjalanannya rasanya paling ringan dan paling dekat. Sesuai dengan namanya, air terjun ini bertingkat-tingkat mengikute teras bebatuan. Terdapat setidaknya 3 tingkatan yang relatif tinggi ditambah beberapa tingkatan yang lebih pendek. Kondisi ini memungkinkan pengunjung untuk bermain di jatuhan air terjun dengan leluasa, bahkan mendaki ke teras yang lebih atas untuk menikmati jatuhan air di teras yang lebih tinggi. Hal yang menarik adalah adanya jatuhan air yang berbalik sedemikian rupa sehingga membentuk muncratan seperti bunga. Mungkin ini yang membuat penduduk setempat mengenal air terjun ini sebagai Air Muncrat. Anda tertarik untuk berkunjung? Ketiga air terjun ini terletak berdekatan, kesemuanya berada di kawasan Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Daerah ini dapat dicapai dengan perjalanan sekitar 20-30 menit berkendara menuju arah utara dari kawasan wisata terkenal, Bedugul. Karena jaraknya yang cukup jauh, untuk mencapai Bedugul saja perlu setidaknya 1.5 jam dari Denpasar atau kawasan konsentrasi
wisata Bali yang populer seperti Kuta dan Sanur, sebaiknya kunjungan ke air terjun ini dilakukan bersamaan dengan kunjungan ke Bedugul atau bahkan ke kawasan wisata Lovina. Kawasan pantai di pesisir utara yang terkenal sebagai habitat alamai ikan lumba-lumba ini berada sekitar 30-45 menit perjalanan dari Gitgit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya