Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petani Tua dan Sang Petugas Pajak

31 Desember 2015   12:43 Diperbarui: 31 Desember 2015   16:55 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Petani tua tertunduk lesu dan dari sudut matanya memandangi sang petugas pajak yang sibuk mencoret-coret di atas kertas.

"Penghasilan dari pertanian dikenai pajak sepuluh kati untuk setiap pikulan padi yang dipanen. Luas sawah ...," sambil berceloteh sang petugas menghitung. "Kamu berhutang delapan pikulan dan tiga puluh kati dari hasil sawah yang kamu kerjakan sendiri."

"Tapi, musim ini sawah tak menghasilkan sebanyak biasanya, Tuan. Kemarau panjang membuat sawah kering kerontang, bahkan tak cukup untuk dimakan sendiri."

"Ini ada norma pajak. Kalian boleh bilang alasan kemarau, banjir, wereng atau hama tikus, tapi perhitungan pajak tak berubah. Kalian petani yang tak jujur membayar pajak kepada raja."

"Bukankah raja tahu kemarau panjang terjadi di seluruh negeri, Tuan ?"

"Jangan membantah. Kamu mau melawan raja ? Pajak diperlukan raja untuk membangun negeri. Tali air desa ini dibangun dari pajak. Begitu juga jalan-jalan di kota kerajaan. Kalau kamu tak membayar, maka sawahmu dan rumahmu ini akan dilelang oleh raja."

Sang petugas kembali memeriksa berkas di tangannya. "Dan ini... Sawah milikmu yang dikerjakan anakmu. Kamu dan anakmu belum membayar pajak sewa masing-masing sebesar lima perratus dari uang yang kamu terima dan dibayar anakmu."

"Tapi, saya tak meminta bayaran sewa sawah ke anak saya, Tuan. "

"Pungutan pajak kerajaan tak mengenal hubungan ayah dan anak. Setiap manfaat ekonomi yang dipindahkan dari seorang kepada yang lain harus dikenai pajak."

"Tapi, darimana kami harus membayar pajak sewa ? Sawahnya pun belum menghasilkan, Tuan."

"Itu bukan urusan saya. Bayar saja. Kalau tak sanggup membayar, serahkan sawah dan rumahmu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun