Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menetapkan syarat agar taksi berbasis aplikasi boleh beroperasi secara legal. Termasuk dalam peraturan yang harus dipenuhi oleh jasa angkutan umum dengan model bisni baru ini adalah : (1) Pengemudi harus memiliki Surat Izin Mengemudi Umum, (2) Kendaraan harus lulus uji kir dan (3) STNK Kendaraan atas nama badan usaha.
Persyaratan yang diberikan oleh Menteri Jonan adalah implementasi dari berbagai peraturan terkait, mulai dari Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No 22 tahun 2009, Peraturan Presiden No 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan hingga Peraturan Menteri Perhubungan No 32 tahun 2016.
Namun, dalam pernyataan Jonan di hadapan media pada tanggal 1 Juni 2016 terselip aturan yang tidak bisa ditemukan dalam undang-undang maupun dalam peraturan yang dibuatnya sendiri.
"Pengemudi kalau sedan harus gunakan SIM A umum. Ini enggak bisa ditawar. Kalau mobil jenis 7 seaters atau microbus, itu harus menggunakan SIM B1 Umum," demikian detik.com mengutip perkataan Menteri Jonan di Kantor Kemenko Polkam sehabis rapat membahas transportasi umum roda empat berbasis online bersama Menko Polkam dan Menkominfo.
Dalam UU No 22 tahun 2009, mengenai jenis kendaraan bermotor dikenal 5 kategori : (a) sepeda motor, (b) mobil penumpang, (c) mobil bus, (d) mobil barang, dan (e) kendaraan khusus.
Dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa “mobil penumpang” adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. “Mobil bus” adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
Penjabaran lebih lanjut mengenai mobil bus ditetapkan dalam peraturan Menteri Perhubungan No 32 tahun 2016, antara lain menyebutkan bahwa : (a) Mobil bus kecil adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang beratnya lebih dari 3500 kilogram - 5000 kilogram dengan panjang maksimal 6000 mm, lebar tidak melebihi 2100 mm dan tinggi tidak melebihi 1,7 kali lebar kendaraan. Kategori lain yang dikenal dalam Peraturan Menteri tersebut adalah mobil bus sedang dan mobil besar. Perbedaan antara ketiga kategori bus tersebut adalah dalam berat dan dimensi kendaraan. Tidak ada "microbus" dalam peraturan Menteri Perhubungan ini.
Dengan mengajukan istilah "microbus", Menteri Jonan sudah memunculkan kategori yang tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan yang ada sekarang ini. Menyebutkan bahwa kendaraan "7 seater" termasuk kedalam kategori bus, sudah jelas menyimpang dari Undang-undang, karena bus membawa 8 penumpang atau lebih (atau memiliki berat > 3.500 kg).
Lebih tidak elok lagi, Menteri Jonan menetapkan bahwa "7 seater" hanya boleh dioperasikan oleh pengemudi yang memiliki SIM B1 Umum. Bahwa pengemudi angkutan umum berbasis aplikasi wajib memiliki SIM untuk kendaraan bermotor umum, memang ada dasar hukumnya. Namun, dalam Pasal 82 Undang-undang No 22 tahun 2009 disebutkan bahwa : Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. Tanpa mempersoalkan jumlah kursi kendaraannya, pemegang SIM A Umum boleh mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat tidak melebihi 3.500 kilogram.
Dengan demikian, para pengemudi Avanza, Xenia, Ertiga, Mobilio, Rush, Terrios, Innova dan sebagainya (berkapasitas 8 penumpang) yang memiliki SIM A Umum - dan kendaraannya telah memenuhi syarat STNK dan uji kir - dilindungi dan diizinkan oleh Undang-undang dan peraturan menteri perhubungan untuk dioperasikan sebagai taksi berbasis aplikasi.
Kalau sekarang Menteri Jonan membuat pernyataan "mobil jenis 7 seaters atau microbus, itu harus menggunakan SIM B1 Umum", wajarlah khalayak bertanya : Maksudnya apa? Dasarnya hukumnya apa?