Pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tampaknya tak menggunakan logika yang wajar dalam memutuskan perkara dugaan pelanggaran etika oleh anggota DPR RI bernama Setya Novanto. Kasus tersebut dinyatakan selesai tanpa mengikuti pedoman hukum dalam menyelesaikan kasus pelanggaran perundang-undangan, tata-tertib dan etika di DPR RI, yaitu Peraturan DPR RI No 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.
Bunyi keputusan sidang Mahkamah Kehormatan DPR pada tanggal 16 Desemeber 2015 tentang kasus yang sohor dengan nama kasus "papa minta saham" tersebut adalah sebagai berikut :
- Pertama, sidang Mahkamah Kehormatan Dewan atas pengaduan Saudara Sudirman Said terhadap Saudara Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyatakan ditutup dengan menerima surat pengunduran diri Saudara Setya Novanto nomor anggota A-300 Fraksi Golkar sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019.
- Kedua, terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015 Saudara Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019.
- Ketiga, demikian keputusan rapat Mahkamah Kehormatan Dewan ini dibacakan pada sidang MKD yang sifatnya terbuka untuk umum pada hari Rabu 16 Desember 2015.
Apakah keputusan ini mengikuti Peraturan DPR RI No 2 tahun 2015 ? Tidak.
Dalam peraturan tersebut pada Pasal 59 disebutkan bahwa Putusan MKD dalam Perkara Pengaduan harus memuat amar putusan dan menurut pasal 56 ayat 7 disebutkan bahwa amar putusan berbunyi : a. menyatakan teradu tidak terbukti melanggar; atau b. menyatakan teradu terbukti melanggar.
Jelas bahwa keputusan MKD tanggal 16 Desember 2015 tersebut tidak mematuhi pasal 56 dan pasal 59.
Jika tidak adanya amar keputusan menyangkut terbukti tidaknya Setya Novanto melanggar etika didasarkan pada Pasal 9 dalam peraturan tersebut, maka ini pun tidak tepat. Setya Novanto BELUM MENGUNDURKAN DIRI dari keanggotaannya di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Bunyi Pasal 9 Peraturan DPR RI No 2 tahun 2015 secara lengkap adalah sebagai berikut :
Pengaduan pelanggaran terhadap Anggota tidak dapat diproses jika Teradu:
a. meninggal dunia;
b. telah mengundurkan diri; atau
c. telah ditarik keanggotaannya oleh partai politik.