Mengapa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti kebakaran janggut dalam urusan membentuk Pansus (Panitia Khusus) Hak Angket KPK? Mengapa DPR begitu ngotot menghadirkan tersangka kasus korupsi Miryam S Haryani (mantan anggota DPR)? Apakah itu terkait dengan banyaknya nama anggota DPR yang disebut-sebut terlibat dan mungkin akan ikut masuk daftar tersangka?
Bukankah soal korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) yang sedang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah perkara hukum yang menjadi urusan lembaga judisial? Mengapa lembaga legislatif merasa begitu gerah dan - tak bisa tidak menimbulkan kesan - ingin mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan?
Ketidaksediaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) "menyerahkan" Miryam yang sekarang menjadi tahanan KPK ke tangan Pansus Angket membuang berang para anggota lembaga (yang kadang-kadang disebut) terhormat itu. Kemarahan anggota DPR merembet kepada Kepolisian yang dianggap tak mau membantu untuk membawa paksa Miryam. Anggota Pansus KPK, Misbakhun (Golkar), mengatakan bahwa Pansus sudah membicarakan dan akan meminta Komisi III DPR untuk menunda pembahasan anggaran KPK dan Kepolisian.
Jika ancaman ini dijalankan, maka dana operasional kedua lembaga penegak hukum tersebut akan terkendala. Hal ini tentu akan mengganggu kelancaran KPK dan Kepolisian untuk menjalankan tugas-tugasnya. Menanggapi dampak "penyanderaan" anggaran tersebut, sang anggota DPR (yang kadang-kadang disebut) terhormat itu - dikutip Harian Kompas hari ini - berkata ringan," Ya enggak apa-apa (gaduh)". Sementara ketika ditanya tentang konsekuensi tidak adanya anggaran bagi KPK dan Kepolisian, Misbakhun menyampaikan salam, "Silakan menikmati."
Pernyataan yang sungguh mencengangkan !
Pantas saja negeri ini tak bisa tenang menjalankan program pembangunannya. Mereka yang (kadang-kadang disebut) mewakili rakyat Indonesia ternyata menganggap tidak masalah jika terjadi kegaduhan dalam menjalankan pemerintahan. Setelah sebelumnya Badan Anggaran DPR menjadi sorotan masyarakat atas banyaknya permainan anggaran yang berujung korupsi, pamer kekuasaan DPR dengan "menyandera" anggaran lembaga negara lain menjadi tontonan yang memuakkan rakyat. Kolom komentar di berbagai situs berita didominasi oleh pernyataan kemarahan netizen akan arogansi lembaga DPR yang telah terbukti menjadi salah satu produsen  koruptor-koruptor terbaik di negeri ini.
Alih-alih berintrospeksi diri menyikapi banyaknya anggota DPR yang tersandung kasus korupsi, lembaga tinggi negara ini malah terus berupaya memperlemah kerja KPK. Jika dalam banyak isu dan persoalan negeri ini tampak polarisasi fraksi pendukung pemerintah dan fraksi non-pemerintah, maka dalam pembentukan Pansus KPK dan revisi UU KPK tampak kekompakan fraksi di DPR untuk "menghajar" KPK. Esprit de corps? Â Untuk melindungi siapa dari apa? Â
Betapa berat tantangan yang dihadapi oleh KPK. Setelah DPR mencoba mempreteli beberapa wewenang KPK dalam revisi UU KPK, sekarang lembaga anti rasuah itu hendak diberangus dengan cara menyumbat aliran dana operasinya.
Memang tak mudah mengenali dan menangkap serigala yang bukan hanya berbulu domba tapi menyandang status sebagai penjaga domba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H