Kabarnya banyak buruh Cina membanjiri Indonesia. Majalah Tempo mengangkat kabar ini menjadi topik utama di terbitan terbarunya. Ini membuat berang sebagian warga Indonesia, karena kapling lapangan kerja yang seharusnya tersedia bagi buruh Indonesia disabot orang asing.
Tapi hal ini dibantah oleh Menkopolkam Luhut Panjaitan dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.
"Saya minta rumor itu tidak dikembangkan. Tidak ada pekerja dari Tiongkok yang berbondong-bondong datang kemari," ujar Luhut.
Menurut Luhut, jumlah TKC hanya sekitar 13 ribu orang - angka yang kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja Indonesia. Namun, menurut Tempo, dari Januari 2014 sampai Mei 2015, Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan sedikitnya 41 ribu Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) untuk buruh China. Peningkatan jumlah TKC ini menurut Luhut wajar saja, karena ada banyak proyek yang didanai dan dikerjakan oleh Negeri China di Indonesia.
Menaker menegaskan TKA tidak mengambil lahan buruh. “Tenaga kerja asing ini hanya boleh menempati jabatan-jabatan tertentu yang expertise. Kalau ada temuan di level bawah, pasti ada pelanggaran, pasti kami tindak,” kata Hanif. Kedatangan TKA akan disertai dengan transfer teknologi, dimana setiap TKA akan memiliki pendamping lokal. Satu TKA akan diimbangi sepuluh tenaga lokal. Dokumen IMTA penuh dengan persyaratan yang menjaga agar TKA yang masuk ke Indonesia tidak merugikan.
Itu teorinya. Dalam praktik, hasil investigasi Majalah Tempo mengungkapkan calo dan makelar dengan mudah (dan tentu saja dengan bayaran) bisa mendapatkan IMTA tanpa harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Terbukti di lapangan, ada banyak TKA dari China yang melakukan pekerjaan buruh yang dengan mudah dapat dilakukan oleh tenaga kerja lokal.
Jika investigasi majalah ini akurat, sungguh mengenaskan nasib anak negeri ini. Para pejabat negeri ini berkongkalikong dengan perusahaan lokal untuk menggerogoti sumber nafkah sebagian rakyat Indonesia. Menolak mentah-mentah TKA seperti didengungkan beberapa demonstran memanglah naif, tapi membiarkan TKA mengangkangi peraturan yang kita buat sendiri sungguhlah memalukan dan kesalahan besar.
Siapa yang terlibat dalam pembiaran ini? Orang-orang di birokrasi pemerintahan sudah pasti. Dirjen Imigrasi Ronny F. Sompie yang mulai bertugas beberapa pekan yang lalu sudah mengingatkan bahwa direktoratnya akan memperketat pengawasan imigran. Lalu, bagaimana sanksinya terhadap pelanggar ? TKA dideportasi.
Bagaimana dengan mitra lokal yang memfasilitasi masuknya orang asing secara tidak sah ke negeri ini?
Perusahaan lokal yang melakukan kejahatan seperti itu sepantasnya dimasukkan daftar hitam dan para pengelolanya dianggap membahayakan negara dan diberi hukuman yang berat - kalau boleh setimpal dengan para bandar narkoba. Indonesia memang butuh investasi asing dan terbuka untuk TKA, apalagi MEA sudah diambang pintu. Tapi, mereka yang terlibat dalam penyelundupan manusia , yaitu para PNS di birokrasi, makelar dan perusahaan lokal yang jadi mitra asing, haruslah dihabisi. Mari kita lihat, apakah jajaran pemerintah benar-benar akan melindungi tumpah darah Indonesia dari jajahan asing dan para WNI yang jadi antek-antek mereka. Ataukah ternyata para pejabat cuma omdo dan mengonfirmasi bahwa kongkalikong bukan hanya di level bawah, tetapi juga di level tingkat tinggi mereka sedang bermesraan dengan investor asing dan lokal dan membiarkan koloni asing menguasai lahan negeri ini.
Sumber :