"Korupsinya tak seberapa..."
Konon kira-kira begitu pernyataan seorang capres pada suatu sesi debat dalam kontes memperebutkan kursi paling diimpikan di sebuah negeri. Sontak ramai di media nyata dan maya. Sang capres dituding oleh kubu lawan sebagai seorang yang toleran terhadap korupsi. Dari kubunya sendiri hadir pengawal yang membantah bahwa pernyataan itu dimaksudkan membenarkan perilaku korupsi.
Kubu lawan menganggap sang capres melakukan blunder. Bahkan diibaratkan sebagai tendangan bunuh diri ke gawang sendiri dalam pertandingan sepak bola. Kesalahan ini akan dibayar dengan beralihnya dukungan dari sang capres ke pesaingnya. Begitu logika sederhana orang-orang baik yang naif.
Begini logika mereka:
P1 : Para pemilih benci korupsi
P2 : Capres X ramah terhadap korupsi
Kesimpulan : Para pemilih tidak akan memilih Capres X.
Logika yang valid, seandainya premisnya benar. Benarkah para pemilih benci korupsi ?
Apa yang dimaksud dengan "para" ? 100% pemilih, 58% pemilih, 47% pemilih ?
Apa yang dimaksud dengan "benci" korupsi ? Mengatakan "benci", "tidak suka", dan kata-kata sejenisnya ? Bukankah banyak koruptor, sebelum tertangkap, juga bilang benci korupsi ? Â
Apa yang dimaksud dengan "korupsi" ? Bukankah banyak koruptor, saat tertangkap, juga menyangkal bahkan bersumpah demi Tuhan tidak melakukan tindak pidana korupsi ?
Korupsi adalah keseharian yang sudah lama ditoleransi oleh banyak orang. Memberi tips di kelurahan sebagai "uang kopi" tidak dianggap sebagai gratifikasi, padahal kalau tidak ada janji atau persekot uang kopi, urusan bisa tak beres-beres, berlama-lama dan dipingpong kesana kemari. Urusan izin-izin terkait usaha dibuat sulit, tapi bisa menjadi sangat mudah dan cepat kalau lewat biro swasta perizinan.Â
Bahkan ada satu surat izin  yang secara prosedur sangat ketat pengawasannya (pakai praktik segala) dengan mudah didapatkan seorang teman yang menggunakan jalur khusus (dengan membayar, tentunya). TST. Tahu sama tahu. Jangan bilang itu korupsi.