Jika para staf puskesmas yang mengungkit pungli tersebut memang melakukan fitnah, seharusnya mereka bukan saja dimutasi, tetapi diproses hukum. Sayangnya, Pemerintah Kota Medan tampak mencoba  menutup-nutupi kasus tersebut. Dinas Kesehatan Kota Medan malah memarahi para pegawai puskesmas yang meributkan uang Rp. 200.000 yang dikutip selama dua bulan ini. Mengapa Dinas Kesehatan harus marah-marah, dan bukan mempertanyakan kemana raibnya dana APBD Kota Medan yang telah disiapkan untuk akreditasi puskesmas ?
Anggota Komisi C DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mensinyalir bahwa ancaman mutasi (yang sekarang sudah direalisasikan oleh Kadis Kesehatan Kota Medan) adalah suatu bentuk kepanikan dalam upaya menutupi sebuah praktik korupsi besar.
Nah, ujung-ujungnya kembali ke indikasi tindak pidana korupsi.
Kedelapan pegawai Puskesmas Simalingkar yang terkena mutasi - drg Erniwati, dr Eni Ginting, drg Esther Raflesya, Adalina Bukit, Bungaria Sidabutar, Sarmarita Sitompul, Sontiara Siboro dan Helfida Siregar - sekarang harus mengakui kokohnya benteng raksasa yang melindungi para pelaku pungli. Alih-alih mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Medan untuk memperbaiki kinerja birokrat, mereka akan dibuang dari Puskesmas Simalingkar. Â
Mereka mungkin tidak menyadari bahwa kasus yang mereka persoalkan bukan cuma menyangkut puskesmas tempat mereka bekerja dan juga bukan cuma terkait aksi pungutan liar. Jika diusut lebih lanjut, seperti sinyalemen anggota DPRD Sumut tersebut, kasus ini mungkin akan bermuara pada kasus korupsi di dinas kota. Kalau sudah menyangkut soal korupsi, siapa yang bisa menyangkal kehebatan Sumatera Utara ?
Sumber :
https://metrobatam.com/ini-10-provinsi-terkorup-di-indonesia-6-diantaranya-di-sumatera/
http://regional.kontan.co.id/news/tiga-provinsi-ini-disebut-kpk-daerah-terkorup
https://harianandalas.com/medan-kita/pejabat-dinkes-pungli-pegawai-puskesmas