Tetangga saya yang bekerja sebagai pedagang eceran, sebut saja namanya Ceu Eti, pastinya tergolong orang bijak. Setiap bulan sebelum tanggal 15 Ceu Eti ke Kantor Pos untuk menyetor PPh masa bulan yang telah lalu. Ceu Eti telah rutin membayar pajak bahkan sebelum ada tax amnesty dan juga sebelum pedagang eceran dipermudah menghitung pajak penghasilan dengan PPh final. Cukup dengan membayar 1% dari omzet, maka kewajiban pajak penghasilan pengusaha yang punya penghasilan bruto kurang dari Rp. 4,8 M per tahun sudah terpenuhi. Ceu Eti cuma punya peredaran usaha sekitar dari Rp 200 juta per tahun.
Ceu Eti memang taat pajak, dan mungkin bijak di mata Direktorat Pajak. Tapi, Ceu Eti tak bijak tentang teknologi.
Ketika pelaporan pajak 2015 (tenggat waktunya 31 Maret 2016) disarankan menggunakan cara elektronik e-filing, Ceu Eti memilih opsi melapor dengan cara konvensional. Ketik di komputer, cetak dan antre berjam-jam dan bersesak-sesak di kantor pajak. Ketika WP sejak 1 Juli 2016 diwajibkan menggunakan akun elektronik (EFIN) untuk melakukan urusan bayar membayar pajak dan harus membuat kode e-billing sebelum menyetor ke kantor pos atau ke bank, Ceu Eti mendatangi kantor pos dengan membawa SSP berkarbon rangkap empat seperti bulan-bulan sebelumnya. Eh, ternyata masih dibolehkan. Mungkin itu terkait dengan server Dirjen Pajak yang lelet, terkadang down dan dikeluhkan oleh banyak WP, sehingga diberikan toleransi untuk tetap membayar dengan cara lama.
Tapi, toleransi ada batasnya. Mungkin juga, Dirjen Pajak juga sudah lebih siap dengan perangkat teknologinya.
Kemarin Ceu Eti mendatangi saya dan minta tolong dibuatkan kode e-billing untuk membayar pajaknya. Kantor Pos tak lagi menerima setoran pajak tanpa mekanisme e-billing. Untungnya, Ceu Eti sudah pernah mendapat EFIN dan dokumennya masih disimpan, tapi tak pernah diaktivasi. Tentunya, tak pernah digunakan. Meskipun akrab dengan gadget dan bersosmed, tapi Ceu Eti merasa gaptek soal teknologi. Akun email yang digunakan untuk mendaftar EFIN ternyata dibuat hanya untuk kebutuhan perpajakan. Dalam keseharian, Ceu Eti tak pernah membutuhkan dan berurusan dengan email. Akun email itu dibuatkan oleh putranya yang sedang bersekolah di luar kota.
Ceu Eti meminta tolong kepada saya karena menganggap saya rada mengerti teknologi dan juga karena tahu saya sudah pakai EFIN. Mengaktifkan akun EFIN cukup mudah. Berbekal NPWP, kode EFIN dan password email yang dipercayakan Ceu Eti kepada saya, dengan menyambangi situs djponline.go.id dan mengisi beberapa informasi yang diminta di formulir elektronik yang disediakan maka dalam hitungan detik tautan aktivasi segera muncul di kotak email.
Permasalahan muncul ketika hendak mendapatkan kode e-billing. Setelah berhasil login ke situs DJP (ditandai dengan munculnya nama WP di pojok kanan layar) dan masuk ke halaman depan untuk pembayaran, menekan tombol "e-billing" tidak membawa ke halaman formulir SSP elektronik seperti yang biasa saya dapatkan. Layar tak jua berubah meskipun menu diklik puluhan kali.
Niat hati membantu beberapa menit, akhirnya berkepanjangan hingga beberapa jam. Sambil mengerjakan tugas rutin saya di depan komputer, setiap beberapa saat, saya mencoba masuk ke halaman e-billing DJP. Tapi, sampai sore hari tak juga berhasil. Saya sudah coba ganti browser (coba Firefox, Chrome dan IE) bahkan coba masuk melalui smartphone. Hasilnya sama. Sang halaman e-billing tak muncul-muncul.
Hasilnya?