Batu Ferringhi : On the way to Penang Butterfly Farm
Beberapa kali sudah mengunjungi Negeri Penang, saya belum pernah sempat mengunjungi satu tempat yang selalu direkomendasikan di dalam brosur wisata Pulau Penang Malaysia, yaitu Penang Butterfly Farm. Maklumlah, tujuan pergi ke Penang selalu terkait dengan urusan rumah sakit, yaitu menemani anggota keluarga yang berobat ke sana. Beberapa hari lalu juga tak beda; berangkat dengan pesawat paling pagi dari tanah air, saya menemani istri untuk berkonsultasi dengan dokter di sebuah rumah sakit dan merencanakan dua hari di sana mengingat akan ada pemeriksaan laboratorium di hari pertama, dan tergantung hasilnya, mungkin akan lagi pemeriksaan lanjutan yang harus dikonsultasikan pada hari kedua.
Kami berangkat dengan pesawat paling pagi untuk mengejar waktu konsultasi sebelum waktu istirahat siang. Dengan naik bus (menghemat biaya, tarifnya dari Penang International Airport hingga rumah sakit RM 3.4 per orang, lebih murah dari taksi yang mungkin sekitar RM 40- 50), kami tiba di rumah sakit sebelum dokter mulai praktik. Karena sudah berkomunikasi dengan dokter melalui email untuk jadwal pemeriksaan, kami tak perlu mendaftar lagi di lobby, tinggal memasukkan kartu pasien di pintu praktik dokter. Sekitar pukul 10-an istri saya mendapatkan giliran di periksa, dan dokter menginstruksikan pemeriksaan X-ray.Prosedur X-ray dilakukan di laboratorium menjelang tengah hari, dan sambil menunggu hasil dan konsultasi dengan dokter pukul 15.00, kami sempatkan makan nasi ayam dan minum tea O di rumah makan dekat rumah sakit dan membeli obat yang diresepkan dokter di toko obat di Jalan Burmah. Karena obat yang dikonsumsi istri saya secara rutin merupakan obat bebas, maka bisa dibeli tanpa resep, dan dokter mengizinkan kami membeli dari apotik luar (demi penghematan :-) , selisihnya lumayanlah untuk makan siang dan malam ).
Hasil pemeriksaan X-ray ternyata tidak menunjukkan hal-hal yang serius, sehingga dokter mengizinkan kami untuk pulang. Dengan tiket pesawat yang sudah confirmed pukul 16.30 besok hari, maka kami punya satu hari kosong yang bisa digunakan untuk apa saja.Mengunjungi Penang Butterfly Farm jadi pilihan tunggal.
Namun ada masalah. Karena hari sudah menjelang sore, pergi ke taman rama-rama pada hari pertama itu tidak akan cukup waktunya. Mengingat lokasi Penang Butterfly Farm ada di Teluk Bahang yang cukup dekat ke lokasi wisata Batu Ferringhi, kami sepakat untuk menginap malam itu di daerah sana. Biasanya jika di Penang saya menyewa apartemen di sekitar Pulau Tikus atau Gurney di dekat rumah sakit yang rate-nyamulai dari RM 60-an per hari, dan jika tak keberatan menginap di budget inn kami bisa mendapatkan kamar di Batu Ferringhi dengan nominal yang hampir sama. Well, jadilah kami mengambil bis Rapid Penang No 102 yang membawa kami dari jalan di dekat rumah sakit ke Batu Ferringhi dengan tarif RM 2.7 per orang.
Menaiki bis kota ke Batu Ferringhi cukup menyenangkan, karena setelah melewati perkotaan yang terus dijejali oleh gedung apartemen yang jangkung dan ketika jalan mulai menanjak di sebelah kanan akan terlihat laut dan sebagian dengan pantai pasir. Salah satu bangunan indah yang terlihat dilewati oleh bis adalah masjid terapung. Di beberapa tempat terlihat pasir putih dan batu-batu besar. Hotel-hotel besar juga terlihat di kanan dan kiri jalan. Sekitar 1 jam kemudian kami tiba di Batu Ferringhi. Matahari belum terbenam dan istri saya mengajak untuk langsung ke pantai, melihat-lihat saja, karena kami berpakaian semi formal dari rumah sakit dan hanya membawa 1 ransel kecil berisi pakaian ganti dan 1 ransel kamera berisi kamera dan lensa (andalan istri saya jika pergi ke luar kota), komputer tablet, beberapa charger, dokumen hasil pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan yang baru kami beli.
Pantai di belakang Hotel Golden Sand Shangri-la dan Hotel Lone Pine itu cukup ramai, dan dapat diakses oleh umum. Tetapi, kebanyakan toko dan kedai di dekat pantai tutup karena memang bukan hari libur. Meskipun pantainya terlihat landai, hanya ada daerah tertentu yang dibatasi oleh tali dimana orang-orang diperbolehkan berenang. Di antara pengunjung terlihat banyak wajah-wajah Melayu, India dan China. Tidak tahu apakah mereka semua lokal, karena di Penang ketiga sukubangsa inilah yang paling banyak. Meski tidak banyak, tetapi terlihat beberapa orang berwajah dan berperawakan bule.
Sebagian pengunjung menikmati suasana pantai dengan berenang dan duduk atau berbaring di pasir. Sebagian lagi bermain boat cepat dan parasailing. Ada sebuah warung minuman yang cukup teduh, kesanalah kami beristirahat dengan mememasan 2 kelapa muda yang disajikan langsung dari batoknya tanpa es. Harganya cukup reasonable RM 5 per butir. Sementara istri saya asyik pergi membaur dengan pengunjung lain di dekat air dan memotreti suasana pantai, saya mengamati sekitar sambil menyeruput air kelapa. Saya memperhatikan ada beberapa turis asing (bule) yang menikmati pijat refleksi. Di angkasa melayang beberapa parasut yang ditarik oleh boat. Biasanya setiap parasut membawa dua orang. Ada juga yang bermain big donut, yaitu perahu plastik yang ditarik oleh boat. Beberapa orang mencoba menawarkan agar kami mencoba permainan yang ada : skuter jet RM 70 per 15 menit, banana boat RM 25 per orang, parasailing RM 80 per orang dan RM 150 jika tandem. Kami menolak dengan sebaris “no, thank you, we just to watch the sunset.”
[caption id="" align="aligncenter" width="411" caption="Batu Besar di Batu Ferringhi (dokumen pribadi)"][/caption]
[caption id="" align="aligncenter" width="417" caption="Suasana Pantai (dokumen pribadi)"]
[caption id="" align="aligncenter" width="365" caption="Parasailing (dokumen pribadi)"]
Menjelang pukul 18.00 si pemilik warung mulai merapikan kursi-kursi di lapaknya. Sudah mau tutup. Sementara langit terlihat berawan; kecil kemungkinan akan tampak sunset yang indah. Kami urungkan untuk menunggu matahari terbenam dan meninggalkan pantai untuk mencari tempat mondok. Hanya berkisar kurang dari 100 meter dari pantai terdapat kompleks pertokoan yang sebagian digunakan sebagai budget hotel dan menginap di salah satu penginapan tersebut.
Sekitar pukul 20.00 kami keluar dari penginapan untuk melihat night market ada di sepanjang jalan raya Batu Ferringhi. Mereka menjual berbagai barang, mulai dari pakaian, asesoris, jam tangan, souvenir,… Namun, karena bukan akhir pekan, dan juga sedikit gerimis, tidak begitu banyak yang berjualan. Kami putuskan untuk mencari makanan di sebuah food court besar yang ramainya luar biasa. Ratusan turis – dan kali ini cukup banyak terlihat bule – menikmati makan malam yang bisa dipilih dari puluhan kios makanan yang menyediakan masakan China, Melayu, India dan Eropa. Sebenarnya saya ingin mencicipi char koey tiaw (kwetiaw masak arang), tapi tidak ada; akhirnya, memesan kwetiaw seafood goreng saja. Seperti dugaan saya, rasanya tak seenak kwetias yang dimasak arang. Istri saya memesan pasembor, yaitu rujak India yang berisi kentang, tauge, salada, tahu, telur rebus, gorengan udang, serta cumi-cumi dan disiram saus kacang. Namun, menurut istri saya, rasanya tidak seenak pasembor yang pernah dia cicipi di kompleks Gurney Drive; yang kali ini rasanya mirip gado-gado kita; hanya tak ada tempe saja.
Meskipun tak menginap di hotel berbintang, selepas mandi dengan air hangat dantidur di bawah penyejuk udara yang berfungsi dengan baik, kami bisa tidur dengan nyenyak. Kami berangkat dari tanah air dengan menyimpan kekhawatiran akan hasil diagnosis dokter, dan malam itu bisa terlelap karena tahu tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kesehatan istri saya. Bukankah berbaring di kamar sederhana dengan tubuh yang sehat jauh lebih nikmat daripada terkapar di rumah sakit internasional yang kamarnya sekelas suite hotel berbintang lima ? Bukankah tidur dengan membayangkan besok akan melihat keindahan rama-rama lebih menyenangkan daripada menghitung-hitung pilihan tindakan medis yang akan dilakukan sambil mendengarkan suara tit-tit-tit dan melihat cahaya kedap kedip berbagai instrumen medis serta selang infus bergelantungan di dekat tempat tidur ?
NEXT : Penang Butterfly Farm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H