Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Missing the Forest for the Trees

25 Januari 2015   21:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisruh soal penangkapan Bambang Widjojanto (seorang komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi - KPK) oleh Polisi mendorong banyak orang berbagi pendapat hingga mengumbar analisis di berbagai media, termasuk di Kompasiana. Saya merasa bahwa semakin lama isi dan isu yang dibahas terkait kasus ini semakin melebar, bahkan ada yang meliar.

Penangkapan pejabat negara di lembaga yang sangat bermartabat dengan cara seperti menangkap perampok sudah pasti merupakan berita menarik dan segera diekspos oleh media. Menjadi lebih menarik, karena masalah ini dikaitkan dengan penetapan KPK atas Budi Gunawan (seorang jenderal polisi) sebagai tersangka kasus pidana korupsi dan membuatnya tertunda menjadi kepala kepolisian negeri ini. Muncul berbagai pendapat : ada yang menyebutkan ini adalah pembalasan dari Polisi terhadap KPK, tetapi yang lain menyebutkan soal penetapan BW sebagai tersangka dalam suatu perkara kesaksian palsu ini tak ada kaitannya dengan kasus penetapan BG sebagai tersangka dalam kepemilikan rekening yang mencurigakan.

Masing-masing berargumen dan mengajukan skenario mengenai apa yang terjadi di belakang layar. Soal-soal hukum dipintal dengan soal-soal politik. Soal-soal institusi ditenun bersama soal-soal pribadi. Media massa dijejali berbagai opini dan analisis, mulai yang berupaya objektif hingga yang nyata-nyata memihak.

Semakin menarik pula melihat perbedaan antara orang-orang atau kelompok orang yang sebelumnya seia-sekata tentang pilihan politik di Pilpres 2014. Akibat kasus jenderal Budi Gunawan, kasus Bambang Widjojanto dan kasus lain yang tampaknya masih satu paket (kasus Abraham Samad diam-diam bertemu petinggi PDIP untuk pencawapresan), muncul polarisasi pada pendukung Jokowi. Ada yang pro Jokowi dan memandang berbagai kasus yang terjadi adalah upaya pelemahan KPK, ada pula yang pro Jokowi dan menganggap tak ada kriminalisasi dan kasus-kasus yang menimpa komisioner KPK memang harus diselesaikan secara hukum dan ini tak akan mengganggu kinerja KPK.

Sementara itu, mereka yang sejak awal anti Jokowi mulai bersorak dan meledeki pendukung Jokowi. Sebagian pendukung mencoba bertahan dengan berbagai alasan mengapa Jokowi tak bisa (terlihat) tegas dalam menyikapi kekisruhan di antara dua lembaga penegak hukum itu. Sebagian lagi menuntut Jokowi agar bersikap lebih jelas dan lebih tegas, dan bahkan mempersalahkan Jokowi.

Ironisnya, mulai terbentang gap antara pendukung Jokowi yang berasal dari partai pendukung (KIH) dengan yang berasal dari bukan partai. Mereka yang bukan berasal dari partai menduga Jokowi dijerumuskan oleh koalisi partai pengusung, sedangkan yang berasal dari partai mulai menganggap remeh dukungan para relawan pendukung Jokowi. Khususnya, ketika para relawan tersebut mendukung KPK, mereka disebut sebagai 'rakyat yang tak jelas' dan demagog.

Yang bukan kader atau simpatisan partai pun beda-beda pendapat juga. Ada yang menganggap bahwa para komisioner KPK yang tersandung masalah hukum sedang berlindung di balik institusi KPK dan harus disingkirkan dari lembaga anti rasuah itu, tetapi ada yang menganggap masalah hukum tersebut dicari-cari dan dipaksakan untuk menjalankan skenario besar melemahkan KPK. Ada yang masih percaya Jokowi memegang komitmennya mengenai pemberantasan korupsi, ada yang mulai mempertanyakan janjinya pada masa kampanye Pilpres 2014.

Aroma saling curiga semakin nyata. Manuver para badut dan sutradara politik serta para tersangka koruptor semakin memperkeruh suasana. Sementara para pendukung pihak-pihak yang terlibat dan pengamat tak-berpihak larut dalam interpretasi masing-masing.

Perbedaan pandangan mengenai kasus ini juga mulai memanas di media sosial.  Sempat membaca beberapa artikel terkait di Kompasiana, saya akhirnya mulai merasa jenuh dan memutuskan untuk berhenti mengikuti kasus ini sampai ada keputusan yang jelas dari Presiden Jokowi. Kesimpulan saya sejauh ini :

1. Many of us miss the forest for the trees.

2. Many of us pretend that we do not see the forest.

3. Many of us create a forest out of a tree.

Begitu saja. Jika diminta menjelaskan lebih dari itu, saya akan mulai mengarang-ngarang. Duh, jangan deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun