Akhir-akhir ini kurs mata uang Rupiah terus mengalami pelemahan terhadap Dollar Amerika. Pelemahan ini terjadi sejak bulan Maret 2020 karena pada tahun tersebut Indonesia dan beberapa negara lain mengalami pandemi Covid-19. Pada bulan Maret 2020, nilai Rupiah melemah sebesar 13,7%. Hal ini diperparah kembali dengan adanya kebijakan dari Bank Sentral Amerika (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga secara agresif dalam beberapa pertemuan beruntun.
Pada bulan September 2022, Rupiah mencatatkan kinerja bulanan terburuk dalam 2,5 tahun terkahir. Nilai Rupiah terus memburuk akibat adanya kebijakan moneter secara agresif yang dilakukan oleh The Fed.
Pelemahan Rupiah pada bulan September 2022 menyentuh di angka Rp 15.225/US$. Atau dapat dikatakan Rupiah melemah sebesar 2,6% dalam satu bulan. Pelemahan Rupiah ini salah satunya diakibatkan karena indeks Dollar atau DXY yang masih menguat.
BI mencatat indeks dolar menunjukkan pergerakan dolar terhadap enam mata uang negara utama lainnya, meliputi Euro (EUR), Japanese Yen (JPY), Poundsterling (GBP), Canadian Dollar (CAD), Swedish Krona (SEK), serta Swiss Franc (CHF). Indeks dolar berada pada level 112,25 pada 29 September 2022, meningkat dari level dari akhir pekan lalu di level 111,35.
Pada awal bulan November 2022, Rupiah sempat mengalami penguatan terhadap Dollar Amerika. Rupiah berhasil menguat sebesar 1,56%, yang menjadi penguatan mingguan terbesar dalam dua tahun terakhir. Namun, pada tanggal 15 November 2022 Rupiah kembali melemah tipis 0,03% dan bertambah menjadi 0,16% ke Rp 15.540/US$.
Melemahnya nilai Rupiah ini berdampak kepada komoditas ekspor yang ada di Indonesia, salah satunya ialah CPO. Pada kuartal ketiga di tahun 2022, harga CPO terpangkas nyaris sepertiga akibat melemahnya permintaan global.
Surplus dari CPO sebelumnya mampu menopang Rupiah karena membantu transaksi berjalan. Hal tersebut mengakibatkan valuta asing terus mengalir ke dalam negeri. Akibatnya, nilai Rupiah menjadi lebih stabil.
Pelemahan nilai tukar Rupiah juga dipengaruhi karena kaburnya dana asing dari pasar domestik. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang tahun ini hingga 26 September terjadi capital outflow di pasar SBB hingga Rp 150 triliun. Alhasil, kepemilikan SBN oleh investor asing kini kurang dari 15%.
Dikabarkan pada hari Senin, 5 Desember 2022 Rupiah mengalami penguatan tajam menghadapi Dollar Amerika. Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,49% ke Rp 15.350/US$ di pasar spot. Pada hari Rabu, 7 Desember 2022 pukul 1.45 WIB, kurs Rupiah mengalami penguatan terhadap Dollar Amerika sebesar 0,08% menjadi Rp 15.618/ US$.
Namun perlu diingat juga bahwa jika nilai Rupiah terus mengalami penurunan terhadap Dollar Amerika, maka akan berdampak bagi perekonomian Indonesia. Penurunan nilai Rupiah secara terus-menerus akan mengakibatkan harga kmoditas yang ada di Indonesia menjadi tidak stabil. Penurunan ini juga akan mengakibatkan larinya investor luar negeri untuk pindah ke negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H