The Bay adalah film mockumentary yang cukup mengundang rasa gimana-gimana dalam hati, apalagi selepas menontonnya.
Dibawakan dengan metode utama 'reportase' dari seorang wartawati dan cameramen-nya didukung source-source lain seperti handycam, youtube, handphone memory, CCTV, kamera pengawas dan lain sebagainya, film ini bercerita tentang hancurnya ketentraman sebuah kota indah di yang terletak di tepi teluk Chesapeake, Maryland, disebabkan karena rusaknya keseimbangan ekosistem yang dipicu oleh kotoran dari perternakan ayam yang ada di kota itu. Steroid yang terkandung dalam berton-ton kotoran ayam yang dibuang ke teluk setiap tahunnya menyebabkan organisme isopoda di bawah teluk tersebut tumbuh sangat cepat dan bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang menyeramkan. Bermulai dari menyantap ikan-ikan yang ada di teluk, aksi para isopoda semakin lama semakin meluas dengan memakan korban manusia, satu demi satu.
4 Juli, pada perayaan / festival hari kemerdekaan di kota itu, serangan isopoda mencapai puncaknya. Satu demi satu korban berjatuhan, dimulai dengan gejala bentol dan ruam menyeramkan yang disebabkan oleh air yang tercemar isopoda. Rumah Sakit mulai didatangi beratus-ratus pasien histeris yang tak bisa tertangani dengan baik terkait keterbatasan sumber daya di situ. Komunikasi dengan pihak pusat untuk mendapatkan bantuan penyelidikan tentang penyebab penyakit ini juga dilakukan, tapi mengalami kebuntuan. Dan bukan hanya menyebabkan bentol-bentol yang menyeramkan di seluruh tubuh dan wajah, isopoda tersebut juga menyantap, menggerogoti dan menghancurkan tubuh manusia dari dalam.
Film ini dikisahkan seolah benar-benar terinspirasi dari cerita nyata, dengan statement-statement di awal "pemerintah menyembunyikan kasus ini sejak tahun 2009" dan "seluruh alat perekam, kamera dan apapun itu ditarik dan dihancurkan oleh pihak berwajib untuk mencegah terpublikasinya kasus ini" serta "video unggahan di Youtube dihapuskan", dll. Cerita terbentuk seolah peristiwa ini benar-benar terjadi, dan bahwa di akhir, seorang wartawati yang selamat akhirnya membongkar kisah mengerikan ini dengan mengumpulkan berbagai sumber yang tersisa.
Menyenangkannya menyaksikan film ini :
1. Metode penceritaan yang unik, seperti yang saya sebutkan di atas. Belum lagi aneka source yang saling melengkapi, yang seolah berhasil dikumpulkan kembali oleh si wartawati, yang menampilkan kejadian di tanggal 4 Juli itu dari berbagai sudut pandang, mulai perspektif video sebuah keluarga yang bahagia yang sedang berkunjung ke Chesapeake untuk melihat kembang api selebrasi kemerdekaan, video dua orang ahli organisme maritim yang pertama kali menemukan keberadaan isopoda itu dan kemudian terbunuh oleh makhluk yang sama, video handphone seorang gadis kecil yang menjadi korban, yang terus berkomunikasi lewat video dengan temannya di detik-detik terakhirnya, unggahan Youtube dari seseorang yang menyelidiki tentang peternakan ayam yang menjadi pemicu terjadinya semua bencana ini, video dokter di Rumah Sakit yang berusaha mencari bantuan dari pihak otoritas yang lebih tinggi, kamera mobil polisi yang berusaha menolong korban-korban yang berjatuhan tapi kemudian terbunuh juga oleh para isopoda, dan tentu saja kamera si wartawati sendiri beserta cameramen-nya. Semuanya benar-benar membuat cerita ini semakin real dan nyata..
2. Ceritanya yang menyeramkan, dimana butuh mental cukup tough untuk menyaksikan segala macam cipratan darah, muka dan tubuh korban yang serba hancur, ruam-ruam dan bentol-bentol yang sangat mengerikan, dan lain-lain. Menyeramkan! Dan yang lebih hebat, sensasi menyeramkan ini tetap tinggal sampai film selesai dan kita keluar dari ruangan bioskop. Even sampai malam menjelang tidur, saya masih belum bisa mengenyahkan semua yang ditonton tadi. Efek dari bencana yang mengerikan tadi tetap tersisa sedikit di pikiran.
3. Tema cerita tentang bencana alam seperti ini memang menarik, apalagi dibuat sedemikian rupa sehingga kesan science dan ilmiahnya sangat kuat. I just love it, dan enjoy so much setiap scene penelitian yang dilakukan untuk mengungkap penyebab bencana ini, sedikit demi sedikit.
Yang agak mengganjal :
1. Tentu saja ketidakmasukakalnnya, seperti bagaimana sang dokter bisa bertahan sekian jam sementara pasien lain begitu mudah tertular. Terakhir sang cameramen juga diceritakan mati di malam harinya, tapi proses penularannya tidak diceritakan. Dan bagaimana mungkin si wartawati bisa bertahan setelah seharian itu terus berkeliaran di daerah itu?
2. Endingnya terlalu cepat, mirip seperti World War Z yang hanya berorientasi pada proses cerita dan karena kendala waktu mempersingkat endingnya hanya dengan sebuah summary. Demikian juga dengan film ini, cerita ditutup dengan statement bahwa tim penyelamatan khusus kemudian mendatangi kota ini, melakukan karantina kota, melakukan proses negosiasi dan pembayaran untuk uang tutup mulut atas kejadian ini dan membunuh seluruh isopoda dengan menuangkan klorin ke seluruh teluk. Seolah semua masalah selesai dengan penyelesaian yang begitu mudah. Bagaimana dengan isopoda yang berkeliaran di darat? Banyak pertanyaan yang tidak selesai dan tidak terjawab di film ini.