Wow..
Sorot mentari senja yang mengintip masuk lewat jendela bergaya Perancis itu menerpa gaun putih megar terkembang yang dikenakan wanita cantik itu
Membuat keduanya, baik si gaun maupun si gadis puluhan kali jadi lebih cantik
Detail ukiran dan rangkaian payet mengkilap menjadi lebih tegas dalam paparan sang surya
Belum lagi tiara sederhana namun begitu elegan yang menancap di kepalanya
Sayang kerudungnya belum usai dikerjakan si penjahit..
Ia berputar-putar sejenak di depan cermin dalam tatapan puas yang rendah hati, mengibaskan rambut ikalnya yang kepirangan
Kemudian menatap bayanganku dari cermin, sambil tersenyum manis penuh malu-malu
Menyiratkan nada bertanya seolah minta pendapat
Aku terkesima menatap pantulan bayangnya yang sempurna.
Mulutku ternganga sedikit, membentuk 'o' bulat kecil
Dan hati ini bak dicubit kecil
Kapan giliranku? Hatiku bertanya dalam senyum simpul sedikit pahit
Aku juga ingin jadi Cinderella sehari penuh
Ingin merasakan jadi seseorang seolah bukan diriku
Dalam pendar cantik dan kemilau gemerlap seperti calon pengantin di depanku ini
Benakku melayang sejenak
Bayangan Tommy muncul.
Tommy yang baik, Tommy yang selalu ada untukku.
Tommy yang selalu menemaniku makan kapan pun
Membelaku di depan banyak orang..
Dan yang pasti,.
Tommy yang melamarku beberapa waktu lalu
Aku ingat di depan taman bermain penuh anak-anak itu,
Tiada hujan tiada badai tahu-tahu dia menyatakannya
"Aku ingin kamu jadi istriku," katanya saat itu, nadanya agak datar tapi tatapannya dibuat seserius mungkin
Dalam menohok menembus benakku
Aku menatapnya balik, terbelalak
"Setahun, dua tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun lagi, aku ingin menikah dengan Kayla.. Aku cuma ingin Kayla saja.."
Senyumnya tulus saat mengucapkannya, dalam nada riang polos yang biasa dia kenakan tanpa sadar saat berbicara
Hampir aku menciumnya dengan bahagia, kalau saja segerombolan anak-anak yang bermain perosotan itu tidak memekik tiba-tiba
Merusak moment spesial itu
Tapi sampai detik ini, tidak ada action apa pun dari Tommy
Walaupun aku terus menantinya
Sehari-hari aku meliriknya, memberinya isyarat, menyinggungnya
Tapi tampaknya kepolosannya tetap menang, mengatasi proposal yang pernah diajukannya padaku itu.
Apakah dia serius?
Jadi sebenarnya kapan giliranku?
Suara ibuku tiba-tiba terdengar, menegurku.
"Kayla!! Hayo jangan ganggu tamu mama! Jangan melamun juga! Cepat kerjakan pe-er! Nanti gurumu marah loh!"