Mohon tunggu...
Fanny Rofalina
Fanny Rofalina Mohon Tunggu... -

saving the world through writings

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bom Waktu Berbungkus Militansi Lingkungan

25 November 2013   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:41 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Pada September 2013, pemerintah Rusia menyita kapal Arctic Sunrise milik Greenpeace serta mengamankan awak kapalnya. Penyitaan ini dipicu oleh aksi para aktivis hijau yang secara ilegal memanjat sebuah anjungan minyak yang menjadi bagian program pengeboran minyak lepas pantai Rusia.[1]

Walaupun LSM lingkungan ini telah menjalankan kampanye "Free Our Activists"[2] dan mendapat dukungan dari berbagai pihak, tidak sedikit pula masyarakat dunia yang memberikan komentar negatif terhadap aksi Greenpeace tersebut. Reaksi negatif dapat dilihat dari kolom komentar di berbagai media internasional yang memuat berita tersebut. Hal ini dapat menjadi barometer bagaimana masyarakat global sudah muak dengan aksi militan LSM lingkungan.

Bahkan Jendral Direktur International Union for the Conservation of Nature (IUCN), Joseph Zammit-Lucia mulai mempertanyakan efektivitas aktivisme kelompok pembela lingkungan. Melalui tulisannya di Guardian berjudul, "Environmental activism – power without accountability?" ia menyatakan bahwa, “Kampanye emosional para aktivis biasanya unggul dalam perang menarik perhatian publik dibandingkan jargon teknis yang digunakan perusahaan. Tapi sementara aktivisme itu sangat berharga (untuk masyarakat), aktivisme tidak selalu akuntabel."[3]

Ketika masyarakat global secara umum sudah mulai antipati terhadap aksi militan LSM lingkungan, masyarakat Indonesia nampaknya masih kurang familiar dengan aksi militan aktivis hijau di Tanah Air. LSM asing yang memainkan peran besar di Indonesia, meliputi Greenpeace, Friends of the Earth/WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), Forest Peoples Programme/FPP, Jikalahari/Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (kemitraan antara WWF/Greenpeace/Friends of the Earth). Pemerintah menjuluki mereka sebagai fundamentalis sosialis. Mereka sangat menikmati keleluasaan ruang gerak karena masih sering terabaikan oleh banyak elit politik, publik, dan pihak keamanan di Indonesia. Pola aktivisme yang digencarkan juga serupa. Dengan mengeksploitasi sentimen publik dan jargon "Selamatkan Lingkungan", kelompok-kelompok ini melancarkan banyak aksi militansi, tak jarang berujung pada kerusuhan bahkan kematian.

Lihat saja berbagai contoh kerusuhan di berbagai daerah di Indonesia terkait sengketa lahan. Aktor dari LSM lingkungan kerap terlibat dalam memobilisasi massa untuk menggelar aksi demonstrasi antara masyarakat lokal menentang pemerintah dan perusahaan (seperti perusahaan tambang, minyak sawit, hingga pulp and paper) yang dipandang berusaha merampas tanah leluhur mereka.

Anwar Sadat (Direktur WALHI Sumatera Selatan) divonis tujuh bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Palembang, karena dianggap bersalah telah menghasut massa dalam aksi demonstrasi di depan Markas Polda Sumsel pada 2013. Kerusuhan massa ini berkaitan dengan sengketa tanah antara masyarakat Ogan Ilir dengan PTPN VII.[4][5]

Aksi lain melibatkan sekitar 50 aktivis Greenpeace yang merantai diri pada eskavator di areal lahan RAPP di Kampar, Riau.[6]

Bambang Aswandi (Anggota Dewan Pertimbangan dan Kode Etik Jikalahari) melakukan orasi pada aksi jahit mulut masyarakat Pulau Padang untuk menentang kegiatan operasional RAPP.[7]

Aktivisme LSM lingkungan juga menghimpun kekuatan dengan aktor-aktor dari Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Serikat Tani Riau (STR), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND),[8][9] dan partai dengan jargon wong cilik, seperti Partai Rakyat Demokratik/PRD (Bambang Aswandi merupakan Ketua PRD Provinsi Riau). Kampanye selama bertahun-tahun perlahan mulai terbayar. LSM lingkungan telah berkembang menjadi sebuah kekuatan politik; sebuah kekuatan yang dapat meledak sewaktu-waktu.

Tapi siapa yang tidak senang melihat perusahan besar yang dicap korup dijatuhkan? Hal ini sangat dimengerti oleh para LSM yang sangat lihai mengeksploitasi sentimen publik. Mereka menebarkan kebencian terhadap elit penguasa, orang-orang kaya, kapitalis, perusak hutan, kriminal iklim, perampas tanah leluhur, dan istilah-istilah sejenis. Pihak yang mengkritisi, mempertanyakan, atau tidak setuju dengan mereka juga diberikan cap serupa. Label "Miskin" telah menjadi sebuah kebanggaan baru. Hal ini ironis mengingat untuk mengorganisasikan demonstrasi secara reguler, memobilisasi masyarakat, hingga menyusun kampanye yang berbau propaganda di berbagai medium (website hingga video[10]) membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Aliran dana dari asing sungguh sangat "membantu." Para militan tidak jera jika harus dipenjara bahkan terkadang mereka siap mati. Seolah-olah dogma lingkungan itu adalah surga dan kapitalis itu adalah neraka. Lalu apa bedanya LSM lingkungan dengan kelompok radikal dan/atau militan agama yang mengecap kafir terhadap pihak yang kontra dan merasa pantas melakukan kekerasan atas nama keyakinan mereka?

Apa yang harus menjadi perhatian bagi publik adalah komunitas LSM, baik asing maupun aktor-aktor masyarakat sipil nasional, hanya membenarkan kekerasan jika tindakan itu melayani tujuan politik para aktor ini ketika melawan negara. Tokoh politik, masyarakat, dan LSM harus berhati-hati terhadap radikalisme yang memungkinkan militansi menjadi bagian dari kelompok yang seharusnya damai. Langkah ini mungkin terlihat bagus untuk kampanye jangka pendek. Namun, konsep ini cacat untuk strategi jangka panjang. Aktor-aktor ini mempromosikan kekerasan dan anti-demokrasi. Ideologi militan mereka sudah tidak didasarkan niat mulia untuk melindungi lingkungan dan argumen mereka pun tidak didasarkan oleh sains.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun