Sayang, rinduku kepadamu adalah menu harian yang tak pernah tuntas...
Bagaikan lapar dan dahaga yang selalu datang, menjadi kebutuhan, menuntut untuk dipuaskan, bergerak dalam waktu untuk kembali lagi, minta dipenuhi, kembali lagi, kembali lagi, lagi, dan lagi...
Tak pernah sedetik pun kamu pergi dari kepala dan hatiku, bahkan di saat-saat paling pribadi, ketika menapakan kening ini di bumi, menyanyikan doa-doa terbaik kepada langit, mengadu pada sang maha besar tentang semua kebesaran-Nya, air mata yang menandai duka, dan harapan-harapan indah, dimana kau salah satunya...
Lelakiku, Pernahkah terbersit di hatimu, untuk mengajakku dalam kebaikan sebenar-benarnya? Membagi kesempatan surga denganku? Membawa hijrahku semakin istiqamah dan bukan berbalik menjadi kemunafikan? Jangan sakiti aku dengan persepsimu, sentuh aku tdengan mata bathinmu, bukan dengan mata duniamu. Lihat aku sebagai keindahan yang akan menemanimu ke kebahagiaan lebih abadi, bukan di sudut-sudut gelap yang akan selalu saja meninggalkan rasa ketidakpercayaan dan kemunkaran..
Dalam diamku, aku belajar mendengar, memahami, dan mencintaimu. Mengagumi keindahan isi kepala dan hatimu sebagai anugrah yang tak ditemukan di lelaki lain, sehingga membuat mata dan hati ini tunduk untuk tak membagi dengan lelaki lain. Aku menerimamu, dengan segala kelebihan dan kekuranganmu, masa lalumu, dan masa depanmu. Dan berharap, kau pun demikian, melihat masa laluku hanyalah pijakan kecil untuk melangkah hari ini, dan membawaku ke hari-hari yang lebih indah...
Cintaku, aku tahu bahwa dunia ini demikian fana, dan bagaimana takdir sudah tertulis untuk setiap umat yang bernyawa. Aku mengerti, bahwa kau bukanlah tonggak yang harus selalu kugenggam, karena kau tak pernah tahu kapan akan patah atau sirna, meninggalkanku dalam kelemahan. Namun setidak-tidaknya sementara kau bernafas, genggamlah aku selagi kau mampu, cintailah aku selama kau bernafas, bimbing aku selagi kau berilmu. Kelak semua itu akan menjadi bekalku, bekal sebenar-benarnya ketika kau atau aku pergi dari sisi-sisi kita..
Matahariku, bukankah Allah menciptakan kita sebagai khalifah, dan ditakdirkan berpasang-pasangan? Lalu mengapa kita tidak bersama untuk apa pun, belajar dan berpasangan. Membangun kenikmatan-kenikmatan yang kerap kita curi dari ridho-Nya, sebagai pahala tak terkira, kenikmatan dalam Keillahian.
Bawa aku menjadi halal untuk syahwatmu, jadikan dirimu pahala untuk pandanganku. Niatkan aku untuk menjadi muhrim, ... Atau lupakan saja semua rasa yang kita bangun ini, kita kubur dalam-dalam, tinggalkan pada semua dalam waktu yang pasti berlalu, melibas semua kenangan, hanya sebagai cerita lalu....
Kekasih hati, cintai aku, isilah aku, jagalah aku, lindungi aku, sebagaimana Majenun kepada Laila, Habibie pada Ainun, Samson kepada Delilah, dan Nabi kita kepada Khodijah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H