Nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS kembali menembus Rp 15.000 pada perdagangan Selasa (2/9). Menurut beberapa ekonom, melemahnya rupiah ini masih dipengaruhi oleh faktor global.
Hal itu karena lonjakan harga minyak mentah dunia memberikan sentimen negatif terhadap mata uang negara yang mengalami defisit perdagangan terutama imbas besarnya impor minyak, seperti Indonesia.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menjelaskan bahwa boikot Presiden AS Donald Trump terhadap minyak Iran membuat berkurangnya pasokan minyak dunia.
Kondisi ini memicu harga minyak mentah menembus US$ 85 per barel atau melonjak 28% secara tahun kalender.
Lonjakan harga minyak tersebut bakal membuat kebutuhan Indonesia akan dolar AS semakin besar untuk pembayaran impor minyak. Ini artinya, defisit perdagangan Indonesia berisiko semakin lebar.
Kondisi tersebut menurut sejumlah berdampak pada sulitnya upaya stabilisasi kurs rupiah ke depan. Ini yang sedang dihadapi oleh tim ekonomi dari pemerintah.
Dalam situasi perdagangan global yang semakin tidak menentu seperti ini sebaiknya semua pihak bisa bekerja sama untuk memperbaiki kondisi. Jangan membuat masyarakat pesimis terhadap penguatan rupiah.
Apalagi, sampai memprovokasi masyarakat agar panik dan membuat fitnah terkait kondisi perekonomian nasional.
Hingga saat ini, pemerintah masih tetap memantau dan berusaha mengatasi masalah pelemahan rupiah ini. Pemerintah bekerja, dunia usaha tetap produktif, dan masyarakat tetap optimis adalah wujud dari kerja bersama itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H