Aktivis Ratna Sarumpaet dikabarkan mengalami penganiayaan beberapa pekan lalu ketika berkunjung ke Bandung. Hal ini memancing reaksi dari berbagai pihak, termasuk capres Prabowo Subianto.
Pasca menemui Ratna Sarumpaet, Prabowo langsung menggelar konferensi pers di kediamannya. Ia menyampaikan beberapa pesan, namun seolah ditujukan untuk menyudutkan pemerintah.
Melalui konferensi pers itu, Prabowo Subianto secara tersirat ingin menyampaikan pesan bahwa kejadian yang menimpa Ratna adalah akibat demokrasi yang tidak berjalan dengan baik. Namun terdapat beberapa kalimatnya yang ganjil.
Bila itu masalah demokrasi, lantas apa kaitannya pemukulan Ratna dengan demokrasi? Apakah Prabowo sudah mengetahui pelakunya? Tanpa keterangan yang lengkap, pernyataan itu berpotensi menuding pihak lain secara tak bertanggung jawab.
Dalam keterangannya itu, secara tak langsung Prabowo sebenarnya ingin menuding kejadian yang menimpa Ratna adalah perbuatan Pemerintah. Itu terlihat ketika dia menyamakan kasus ini dengan kasus Novel Baswedan, dan Neno Warisman.
Tetapi ini perlu digali lebih jauh, apa tujuan Prabowo menyamakan kejadian Novel Baswedan dengan yang dialami Ratna dan Neno. Sebab, terlalu jauh perbandingan kasus tersebut dengan apa yang dialami oleh Novel Baswedan.
Selain itu, Prabowo juga menyebut bahwa apa yang dialami Ratna itu adalah tindakan represif. Berarti dengan sengaja dirinya menuduh pelakunya adalah aparat atau pihak penguasa.
Pernyataan Prabowo ini sangat tendensius menyerang sepihak tanpa fakta yang jelas dan valid dalam suatu konferensi pers. Sebaliknya, Prabowo justru tidak meminta secara tegas kepada Polisi untuk mengusut pelakunya.
Kalau hanya ingin menunjukan rasa prihatin dan ironi saja, harusnya tidak perlu sampai mengadakan konferensi pers. Penganiayaan Ratna Sarumpaet ini benar-benar dimanfaatkan sebagai panggung politik bagi Prabowo, dan barisannya. Hal itu adalah gaya politik oportunis dan kampungan.
Melihat skenario yang berjalan, kasus Ratna Sarumpaet itu memang disengaja dibuka pada tanggal 2 Oktober 2018, bersamaan dengan Hari Anti-Kekerasan Internasional. Mungkin mereka ingin mencari panggung di sini.
Sebab, menurut keterangan dari beberapa orang, Ratna Sarumpaet dianiaya orang tak dikenal pada 21 September 2018 lalu di kawasan Bandara Husein Sastranegara.