Mohon tunggu...
Fanny Wiriaatmadja
Fanny Wiriaatmadja Mohon Tunggu... profesional -

just an ordinary woman bark2talk@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Vagina Robek dan Moral Jelek

7 Februari 2015   12:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:39 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjijikan dan tolol. Begitu ucapan yang keluar dari mulut saya yang memang saringannya kurang rapet saat mendengar anggota DPRD Jember melontarkan wacana tes keperawanan sebagai salah satu syarat kelulusan sekolah. Apa memang isi otak anggota dewan yang terhormat itu ga jauh dari duit dan selangkangan ? 
Fungsi sekolah dan guru-guru adalah sebagai pengajar, pendidik, pembimbing, bukan sebagai hakim, jaksa dan algojo sekaligus, dan alasan wacana tersebut dilemparkan sebagai pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS tentunya sangat berlebihan. Penularan HIV/ AIDS tidak melulu melalui hubungan seksual, masih banyak kegiatan lain yang menjadi penyebab. Dan seorang perempuan kehilangan keperawanannya juga tidak melulu karena hubungan seksual. People make mistake, apalagi remaja yg baru lepas dari masa anak-anak yang tentu dunianya penuh dengan hal baru, penuh hal coba-coba, apakah layak jika kesalahan mereka mendapatkan ganjaran ketidaklulusan ? Padahal kita semua paham hal tersebut bisa jadi meredupkan masa depannya. Bisa jadi menghancurkan masa depannya. Padahal bisa jadi kesalahan yang dia lakukan itu karena kita - para orangtua dan para pengajar - tidak cukup hebat dalam mendidik ? Wajarkah jika kita membebankan ketololan kita dalam mendidik kepada anak didik ? Jika seorang siswi - atau siswa ( karena ada wacana tes keperjakaan juga ) - dinyatakan tidak lulus karena "tidak perawan/ tidak perjaka" maka banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi diantaranya : 1. Siswi / siswa menjadi minder karena dia tidak lulus,padahal nilai akademisnya tinggi.2. Siswi/ siwa jadi kehilangan keinginan untuk kembali bersekolah yang jelas tidak akan pernah meluluskannya, kan keperawanan ga akan pernah kembali kecuali melakukan operasi vaginoplasti.3. Tekanan batin yg sangat besar akibat cemoohan kawan dan masyarakat. Bukankah masyarakat kita sangat senang menghujat ? 4. Apa kabar dengan siswi korban perkosaan ? Korban pelecehan seksual ? 5. Siswi yang tidak lulus akan berhenti bersekolah, hingga kesempatannya meraih pendidikan tinggi tidak tercapai, akibatnya kemudian siswi tersebut kalah dalam persaingan di dunia kerja, dan menciptakan manusia yang tidak produktif. 
Pertanyaan berikutnya : apa hal baik yang bisa muncul dari tes keperawanan sebagai syarat kelulusan ? Apakah penyebaran HIV /AIDS akan berkurang ? Apakah lalu standar moral siswi sekolah A jadi meningkat ? Jawabannya adalah TIDAK. Karena HIV / AIDS tidak melulu menyebar melalui hubungan seksual dan standar moral seseorang tidak melulu diukur dari bolong atau tidaknya bagian kecil dan tipis di dalam vagina yang bernama selaput dara. 
Orang tua, guru, anggota dewan, masyarakat, tidak pantas membebankan kesalahan kita dalam mendidik kepada anak didik kita. Karena fungsi kita bukan sebagai hakim, jaksa dan algojo sekaligus. 
Sadarkah kita bahwa tes keperawanan tersebut telah membuat kita sebagai pelaku pelecehan seksual dan diskriminatif pada anak didik kita sendiri ? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun