[caption caption="sumber : Walhi"][/caption]Manusia digelari sebagai khalifah di muka bumi, tapi mahluk yang berjudul manusia banyak yang melakukan aniaya, lupa akan The Great Law of Karma, whatever we put out into universe will come back to us, apa yang kita perbuat pada semesta akan berbalik ke diri kita sendiri. Banyak yang mengira menyelamatkan bumi cukup dengan menanam bibit mangrove atau memadamkan listrik selama 1 jam. Baiklah...aksi seperti itu mungkin adalah upaya untuk memperpanjang usia bumi, tapi seberapa panjang ?
Satu hari dalam setahun hal tersebut kita lakukan, sementara 364 hari lainnya kita mendadak amnesia, buang sampah plastik, sampah elektronik/ e-waste yang berpotensi mengeluarkan bahaya radiasi, menebang hutan untuk dijadikan lahan sawit atau lahan industri lain, menculik satwa liar untuk dijual atau dibunuh, penggunaan listrik yang tidak bijak, dan jelas masih banyak perilaku aniaya manusia terhadap bumi. Dan banyak dari kita tidak malu.
Mungkin usia kita tak akan lama, paling top sekitar 30-50 tahun lagi, mungkin kita tidak akan menyaksikan kehancuran dan kematian Sang Bumi, tapi apa kabar anak dan cucu kita ? Mereka butuh udara yang bersih, tanah yang subur, air yang jernih, pepohonan dan satwa. Dan banyak dari kita tidak peduli.
Hati saya hancur saat mendengar 21 ekor ular kobra diculik dari alam dengan dalih pengobatan yang bahkan belum teruji dan terbukti secara medis, 21 ekor ular kobra menjadi satu paket ramuan obat untuk 1 orang, atas nama mitos dan nafsu si penculik yang kliwat-kliwat akan uang.
" Ah..ular kobra kan bukan satwa dilindungi, pun di alam masih banyak yang hidup bebas."
" iya..untuk sekarang...lalu 2 tahun ke depan ? 5 tahun ? 15 tahun ?"
Apakah kelak anak cucu kita hanya bisa melihat ular kobra dari buku ? di Museum ? Semoga tidak.
Lalu mendengar seorang pejabat pemerintahan bilang bahwa negara masih mengijinkan sirkus lumba-lumba karena bertujuan untuk mendidik. Â Maaf Pak, kami sangat yakin bahwa satu-satunya pendidikan atau edukasi melalui sirkus lumba-lumba atau sirkus satwa lain adalah pelajaran pahit, yang mengajari orang-orang untuk tertawa di atas penderitaan mahluk lain, mereka mengeluarkan uang untuk tiket, bertepuk tangan, untuk melihat satwa-satwa yang diperlakukan tidak baik. Yang lebih miris adalah pembelaan sebagian pelaku eksploitasi satwa yang menyebutkan bahwa dalam UUD 1945 sudah diamanatkan bahwa :
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
Sungguh memalukan mendengar pembelaan dari orang bangkrut nurani dan miskin logika. Salahkah jika kita menduga, telah terjadi penghianatan kolektif terhadap amanat Konstitusi pasal 33 UUD 1945. Kenapa dikatakan kolektif, karena pemilik modal dengan kekuatan kapitalnya telah berkolaborasi dengan penguasa politik dan para intelektual pragmatis, merancang legitimasi hukum untuk mendukung nafsu akan materi ? Hukum dibuat abu-abu.
Menyelesaikan tulisan ini membuat saya menangis.