“Ampunilah aku,” ratapku. “Aku tidak akan pernah menemuinya lagi.”
Pak Bas menarik napas panjang. Membiarkanku tetap berlutut.
“Aku sudah lama mengampunimu, tanpa kamu minta,” ujarnya datar. “Karena engkau adalah ibu anak-anakku. Dan aku mencintaimu.”
“Mengapa bapak tidak berusaha mencegahku? Membiarkan aku berkencan dengan lelaki lain sepuluh tahun lebih?” Tanyaku penasaran.
Ia tersenyum sinis.” Karena cinta itu membebaskan. Aku ingin memberimu kesempatan memilih dan menentukan lelaki mana yang ingin kau ajak melanjutkan hidupmu!”
“Bapak tahu siapa yang aku temui selama ini?” Desakku.
Ia mengangguk. “Pak Dahlan selalu melaporkannya kepadaku.”
“Bapak juga tahu apa yang saya lakukan selama ini dengannya?”
Ia mengangguk. “Aku tahu!” Katanya tegas.
“Bapak tidak takut saya berbuat mesum dengannya?” Desakku penasaran.
Ia melekatkan tatapannya terhadapku. Kata-katanya meluncur setajam pisau.
“Kalau itu sampai kau lakukan, aku pasti menceraikanmu secinta apapun aku kepadamu.”
Ia bangkit berdiri sambil berdecak pinggang dengan angkuh. Menambahkan:” Aku ini laki-laki kuno. Tidak sudi punya istri barang bekas!”
Ia kembali menarik napas panjang. “Bila itu sampai terjadi pengasuhan anak-anak akan kuambil alih sepenuhnya. Karena aku tak ingin mereka dididik oleh seorang ibu yang tak bermoral” Nada ucapannya tetap datar namun tegas.