Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perselingkuhan

10 Juni 2021   07:30 Diperbarui: 10 Juni 2021   07:51 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan nada provokatif Frans melanjutkan. “Semua bisnisku sudah ku buatkan system yang bisa ku pantau secara online. Semua kulakukan supaya kita bisa selalu bersama. Jalan-jalan melalang Buana,” ia mempererat pelukannya sambil mengecup pipiku. “Aku tidak akan meninggalkanmu lagi selamanya.”

Ingatanku kembali ke pak Bas. Setelah kami menikah secara bertahap ia memberikan uluran tangannya untuk mengentaskan keluargaku dari kemiskinan. Kedua kakak lelakiku kini sudah memiliki usaha masing-masing. Rumah orangtuaku juga dibangun ulang. Tidak mewah, namun sangat layak ditinggali ayah-ibu hingga akhir hayat.

Kedua adikku juga bisa kuliah. Pak Bas bukan hanya mencintaiku. Tapi ia juga mencintai seluruh keluargaku dengan menyejahterakan hidup mereka. Ia lelaki luar biasa. Sangat hemat untuk diri sendiri namun selalu ingin memberikan segalanya untukku dan keluargaku.

Kata-kata Frans selanjutnya membuatku bergidik. “Kamu harus segera mengurus perceraianmu. Akan ku carikan pengacara terbaik,” ia menunjuk dada sendiri dengan nada bangga. “Seperti yang kupakai. Tiga bulan klar!” Ia masih menambahkan. “Apa lagi bila engkau mau melepas hak asuh kedua anakmu .”    

Lantas aku ingat kembali hari-hari yang ku lewati bersama kedua putraku semenjak mereka masih kecil. Kami sering bersenda-gurau, bergumul, main perang-perangan. Juga menjadikan ruangan dalam sebagai lapangan bola.

Ketika pak Bas pulang kerja didapatinya rumah mirip kapal pecah . Ia memandangku dengan sorot mata berbinar. “Seperti anak kecil!” Keluhnya.
Tidak pernah marah atau bersikap kasar kepada anak-anak. Bahkan ketika si bungsu memecahkan guci keramik antik kesukaannya. Ia langsung membantuku membenahi pecahan kaca dan perabotan yang berantakan sambil sesekali menarik napas.

“Ya beginilah resiko punya dua anak lelaki. Jangan harap rumah bisa rapi!” Wajahnya kemerahan. Mencerminkan rasa bangga dan bahagia seorang kepala keluarga.

Kini di sisiku duduk seorang lelaki yang puluhan tahun bagaikan duri menusuk hatiku.  Ia masih berusaha mencumbuku. Kurasakan Napasnya memburu dipenuhi nafsu berhembus ke leher dan wajahku.

Lelaki yang selama ini ku kira sangat kucintai, namun tiba-tiba berubah jadi sosok asing yang tidak kukenal. Begitu ambisius ingin menarikku pergi bersamanya, mencerabutku dari segala yang kumiliki.

Dengan  ngeri ku dorong tubuhnya. Bangkit menatapnya nanar. Ia terperanjat mendapati perubahan sikapku yang diluar perhitungannya. “

“Kau?” Ia menunjuk ku dengan ekspresi bengong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun