Mohon tunggu...
Fannia Anasya
Fannia Anasya Mohon Tunggu... Aktris - Mahasiswi

Saya pernah suka menulis, menuangkan pemikiran dan aspirasi ke dalam bentuk kata-kata yang mungkin bisa menginspirasi atau bahkan membantu orang lain terdengar cukup membanggakan bagi saya. Tapi, hobi lain saya seperti manggambar dan menyanyi membuat saya lebih sering terlarut di sana hingga saya kehilangan sedikit perasa untuk membuat kata-kata. Namun, dengan artikel ini saya harap bisa menjadi motivasi yang bisa menyulut kembali minat saya di bidang jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Faktor Berdirinya Malang Sebagai Sebuah Kota

31 Oktober 2024   00:29 Diperbarui: 31 Oktober 2024   00:30 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kota menurut teori Reksohadiprodjo, dapat terbentuk atau bediri melalui tiga faktor yaitu scale of economies, comparative advantages dan amenities. Ketiga faktor ini menjadi anggapan bahwa awal mula suatu wilayah diakui sebagai kota itu memiliki suatu tolak ukur, yang kemudian diklasifikasikan untuk memudahkan pemahaman karakteristik serta dinamika kota tersebut.


Kota Malang sebagai contohnya, kota dengan berbagai julukan populer seperti kota wisata, kota pendidikan, kota bunga, hingga kota industri jasa dan ekonomi keratif. Berbagai julukan ini mungkin menimbulkan pertanyaan di otak kita tentang kriteria apa yang telah dipenuhi Malang hingga dapat menjadi sebuah kota. Hingga bagaimana karakteristik dasar Malang yang sekarang sudah berkembang sedemikian rupa menjadi kota padat penduduk dengan berbagai macam sektor unggulan.


Perkembangan Kota Malang mulanya berawal dari kedatangan kolonial Hindia Belanda pada tahun 1767 yang memberikan efek signifikan terhadap laju pembangunan di sana. Seperti perkembangan kebanyakan  kota di Indonesia, kedatangan Hindia Belanda memberikan banyak inovasi baru berwajahkan Eropa mulai dari infrastruktur, tata ruang, hingga gaya pemerintahan.


Dengan menetapnya Belanda di Malang, tentu hal ini juga beriringan dengan pembangunan berbagai macam fasilitas yang memadai untuk keberlangsungan hidup masyarakat Eropa seperti kantor-kantor pemerintahan, benteng, perumahan, rumah sakit, sekolah, dan masih banyak lagi. Saat itu, dengan hawa sejuk Malang yang nyaman membuat Belanda bahkan mendirikan perumahan yang nyaman lengkap dengan jalan-jalan terpadu dan ruang terbuka yang memadai yang tentunya diperuntukkan orang-orang Eropa yang ingin bersantai bahkan berlibur. Namun, hal ini mengesampingkan kesejahteraan masyarakat pribumi sendiri, di mana mereka harus menempati tempat yang kurang layak di pinggiran-pinngiran kota.


Dengan adanya perumahan besrta fasilitas-fasilitasnya yang lengakap, membuat banyak masyarakat Eropa yang berbondong-bondong mengunjungi Kota Malang baik untuk menetap atau hanya sekedar berlibur. Hal ini, menyebabkan bertambahnya populasi orang Eropa di kawasan tersebut hingga membuat kawasan elite tersebut padat oleh orang Eropa di tengah dan padat oleh orang pribumi di pinggiran.


Perkembangan kolonial ini semakin lengkap adanya dengan berdirinya tempat-tempat hiburan seperti lapangan pacuan kuda dan klab-klab. Lengkap dengan sarana hiburan pula, sebagai penunjang perekonomian mereka juga mendirikan usaha sebagai pemasukan modal pembangunan. Akhirnya berdirilah berbagai macam pertanian, perkebunan, industri, yang juga berimbas pada munculnya gudang-gudang penyimpanan hasil panen, bahan baku, dan bahan jadi serta pelabuhan untuk kota di pesisir pantai.


Kemudian, muncullah jaringan-jaringan kereta api dan jembatan-jembatan penghubung untuk memudahkan distribusi barang maupun transportasi manusia. Dengan munculnya sektor-sektor usaha ini tentulah dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas usaha tersebut. Para pekerja tidak hanya datang dari warga lokal, namun juga berasal dari manca negara yang ingin mengadu nasib dengan mencoba peruntungan baru sebagai pekerja di negeri orang. Sebagai bentuk efisiensi, tidak mungkin para pekerja yang notabene kebanyakan terdiri dari imigran India, Cina, dan Arab pulang terus menerus ke negera asli mereka. Tentunya mereka akan tinggal di sana baik itu menetap maupun sementara. Adanya imigaran baru yang menjadi penduduk kota ini lantas membuka kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar kota yang menyebabkan Kota Malang menjadi semakin padat dibuatnya.


Dengan dipenuhinya persayaratan sebuah wilayah diakui sebagai Gemeente (kota) pemerintahan Belanda yang diantaranya adalah terdapat minimal 10% warga kebangsaan Eropa, mayoritas penduduknya non agraris dan memiliki fungsi perdagangan serta industrial Malang pun diberi gelar Gemeente (kota) pada 1 April 1914. Gemeente sendiri di sini merujuk pada istilah dalam Bahasa Belanda yang berarti kota dengan struktur administrasi yang otonom.


Meskipun Malang diakui sebagai kota dengan ketentuan dan peraturan pemerintah Belanda, dengan demikian dapat disimpulan bahwa Kota Malang terbentuk karena adanya dua faktor yaitu scale of economies dan amenities. Di mana scale of economies hadir dalam berkembangnya perusahaan industri yang semakin membesar hingga mendatangkan para pekerja baik lokal maupun luar untuk menetap dan tinggal. Sedangkan amenities muncul dengan seiring berkembangnya infrastruktur Malang pusat guna menambah ketertarikan oarang-orang Eropa untuk berkunjuang bahkan menetap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun