Bermula sejak abad ke-17 Masehi, Sejarah Batik Indonesia terkait erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada zaman Kesultanan Mataram, lalu berlanjut pada zaman Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Pada zaman dahulu kala batik masih ditulis dan dilukis di daun lotar dan papan rumah adat Jawa dengan pola yang dibuat rata-rata tanaman dan hewan. Lalu para pengrajin batik juga masih tidak terlalu banyak atau masih terbilang sedikit, saat itu membuat batik hanya digunakan sebagai kesenangan pengrajin sendiri.
Membatik diatas kain menggunakan canting yang ujungnya kecil memberi kesan "orang sedang menulis titik-titik". Kata batik menurut (Sularso dkk, 2009: 23) meruju pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan malam (wax) yang diaplikasikan ke atas kain sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye) atau dalam Bahasa Inggrisnya "wax resist dyeing."
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang sampai kerajaan berikutnya beserta raja-rajanya. Kesenian batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Pada masa Kerajaan Majapahit motif batik telah berkembang dan bervariasi seperti motif abstrak, candi, awan, wayang, dan lain sebagainya. Karena terkenalnya batik tersebut, akhirnya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan lain dan para pembesar dari Kerajaan Mataram, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak menjadikan batik sebagai simbol budaya.
Dalam perkembangannya, proses pengerjaan membatik menggunakan bahan pewarna dari tanaman dan lumpur. Bahan-bahan pewarna yang dipakai ketika membatik terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, soga, nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu, sedangkan garamnya dibuat dari tanah lumpur. Untuk teknik pembuatan batik sendiri pada masa dahulu hanya ada teknik batik menulis, para pembatik biasanya hanya menggunakan teknik tersebut karena masih belum ada teknik yang lainnya. Teknik batik sendiri telah diketahui lebih dari 1.000 tahun, kemungkinan berasal dari Mesir kuno atau Sumeria. Teknik batik meluas di beberapa negara di Afrika Barat seperti Nigeria, Kamerun, dan Mali, serta di Asia, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Iran, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Hingga awal abad ke-20, Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di Indonesia zaman dahulu. Awalnya kegiatan membatik hanya terbatas dalam lingkungan keraton saja dan batik yang dihasilkan untuk pakaian raja dan keluarga pemerintah dan para pembesar. Oleh karena banyak dari pembesar tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini saja mulai melebarkan sayapnya ke luar keraton seiring dengan kebutuhan dan perkembangan jaman dari kebutuhan individual menjadi industrial dihasilkan di tempat masing-masing.
Batik tidak hanya digunakan sebagai bahan pakaian, tetapi juga digunakan untuk berbagai hal seperti tas, dasi, sepatu, dan sebagainya.
Seiring berkembangnya teknologi, batik printing mulai dikenal oleh Masyarakat. Pada tanggal 2 Oktober 2009, diakui oleh UNESCO bahwa batik merupakan Indonesian Cultural Heritage (warisan budaya dunia), maka geliat industri batik dan pariwisata batik semakin terlihat nyata. Selanjutnya, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 2 Oktober menjadi hari Batik Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H