Mohon tunggu...
Faniar Almara
Faniar Almara Mohon Tunggu... Lainnya - Halo! Saat ini, saya adalah mahasiswi Psikologi tahun ke tiga di Universitas Muhammadiyah Malang.

Saya adalah seorang INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Iklim: Bagaimana Muhammadiyah Menanggapinya?

14 Januari 2023   16:52 Diperbarui: 14 Januari 2023   16:59 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, lahir pada tanggal 18 November 1912 M (8 Dzulhijjah 1330 H). Gerakan ini didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan dan menjadi pelopor dalam pemurnian sekaligus pembaruan Islam di Indonesia. Kyai Ahmad Dahlan bercita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid ('aqidah), ibadah, mu'amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam serta kehidupan umat Islam dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli, yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih. 

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma'un. Teologi Al-Maun berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). PKU terdiri dari 3 program, yaitu: Rumah yatim (taman bermain, pendidikan, berkebun), Rumah miskin (gerakan pemberdayaan untuk orang miskin, mereka diberi program berupa santunan), dan Rumah sakit/poliklinik.

 "Teologi Al-Maun" atau "Teologi Amal" yang khas dari Kyai Ahmad Dahlan dimaksudkan sebagai bentuk gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri kita. Dalam hal ini, Muhammadiyah hadir untuk menghadirkan Islam yang bukan sekedar ajaran "transendensi" atau mengajak pada kesadaran iman dalam cover tauhid semata, tetapi menekankan pada kehidupan. Artinya, Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis dalam transformasi sosial melalui gerakan "humanisasi", yang mengajak pada kebaikan, dan "emansipasi", yang merujuk ke pembebasan dari segala kemungkaran. Selaras dengan hal itu, Islam dapat diaktualisasi sebagai agama langit yang membumi.

Berbicara tentang organisasi atau gerakan, tidak terlepas dari yang namanya kongres sebagai wadah untuk mendiskusikan tindakan dalam menghadapi suatu masalah. Dalam Muhammadiyah, kongres disebut sebagai muktamar. Istilah ini digunakan sebagai forum tertinggi di lingkungan Persyarikatan. Penyelenggaraan muktamar diadakan di Yogyakarta sampai dengan 1925. Setelah itu, muktamar diadakan di luar Yogyakarta, seperti Jakarta, Bandung, Purwokerto, Surakarta (Solo), Semarang, Pekalongan, Malang, dan Surabaya. 

Dalam sejarahnya, Persyarikatan Muhammadiyah telah menggelar sebanyak 47 muktamar. Pelaksanaan muktamar Muhammadiyah yang ke-48 mengalami perubahan jadwal, yang seharusnya diadakan pada tahun 2020, diundur menjadi tahun 2022 tanggal 18-20 November kemarin di Surakarta, Jawa Tengah karena pandemi. Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta bertema "Memajukan Indonesia, Mencerahkan semesta". Selaras dengan hal ini, Muhammadiyah mempunyai concern terhadap isu kemanusiaan universal. Isu-isu yang dimuat dalam muktamar Muhammadiyah ke-48 diantaranya: 

1) Membangun tata dunia yang damai berkeadilan; 2) Regulasi dampak perubahan iklim; 3) Mengatasi kesenjangan antar-negara; 4) Menguatnya xenofobia (penolakan terhadap hal yang dianggap asing. Artikel ini akan berfokus kepada poin nomor dua, yang mana berkaitan dengan isu lingkungan (perubahan iklim). 

Seperti yang telah kita ketahui, isu perubahan iklim kian marak diperbincangkan. Iklim disebut juga sebagai penanda keadaan atmosfer bumi, misalnya jika atmosfer bumi semakin menipis, temperatur akan semakin panas. Iklim dapat berubah karena adanya interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal, seperti erupsi vulkanik dan penggunaan bahan bakar fosil. 

Dalam hal ini perubahan iklim dapat disebabkan oleh aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak. Penyebab perubahan iklim yang pertama adalah efek rumah kaca, yang mana paling umum diproduksi oleh aktivitas manusia. Contohnya, maraknya pembangunan gedung yang memerangkap panas matahari dan menghambat panas agar tidak bocor kembali ke angkasa. Penyebab terbesar kedua adalah peningkatan emisi, seperti pembakaran minyak, batu bara, dan gas. 

Berdasarkan uraian di atas, Muhammadiyah tidak hanya tinggal diam, melainkan turut sumbang dalam mencegah kerusakan yang lebih parah. Contoh kecil dalam aksi ini adalah saat pelaksanaan muktamar Muhammadiyah ke-48 kemarin, yakni mewujudkan tempat muktamar yang bersih salah satunya dengan mengepres sampah sebelum membuangnya ke tempat sampah. 

Selain itu, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berdampak pada bumi dan kesehatan masyarakat di masa mendatang, Muhammadiyah berkolaborasi dengan Danone Indonesia untuk memperluas jangkauan edukasi kesehatan dan lingkungan, sehingga pergerakan seluruh elemen masyarakat dapat menjadi lebih luas. Disini, Danone Indonesia melakukan edukasi nutrisi, kesehatan, dan lingkungan kepada pengunjung dan kader Muhammadiyah di Muktamar Fair. 

Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisir sampah dan sebagai langkah penerapan ekonomi sirkular, dimana sampah plastik akan didaur ulang menjadi bahan baku kemasan botol baru atau barang lain yang punya nilai ekonomi. Tidak berhenti disitu, pada 23 Oktober 2022 warga Muhammadiyah Kulonprogo melakukan pencanangan penanaman 1 juta pohon Aren. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun