Menjadi wanita inspiratif bagi banyak orang tidak hanya terlihat dari seberapa tinggi pendidikan kita, seberapa tinggi jabatan, seberapa banyak kemewahan, seberapa cantik wajah, penampilan dan lainnya.Bahkan saat ini banyak wanita yang berlomba-lomba mencari kesuksesan akan hal tersebut namun tidak untuk wanita yang satu ini. Liza Putri Sari namanya -- wanita kelahiran Palembang, 31 Juli 1983 ini nampaknya pantas untuk dibicarakan. Baginya ukuran kesuksesan bukan seperti itu, namun sebuah kesuksesan dan kebahagiaan merupakan parameter kita sendiri, karena kitalah yang bisa mengukur sendiri kesuksesan kita bukan orang lain.
Liza Putri Sari dan putranya Ammar (doc: Liza)
Semua orang melihat Liza suatu saat akan menjadi sesuatu--sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagai lulusan S1 Teknik Arsitektur Universitas Brawijaya. Pergi melanjutkan pendidikannya, bekerja sebagai arsitek, dan berkarir. Who knows. Liza memang bekerja sebelum dan setelah kelulusannya. Sempat menjadi seorang Arsitek Junior pada sebuah firma arsitektur lokal setempat. Namun akhirnya Liza menyadari bahwa dia lebih menyenangi dunia anak-anak dan pendidikan yang menjadi passion baginya. Pada akhirnya Liza berhijrah menjadi seorang guru bahasa dan mengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak (TK). Selama itu pula, Liza kemudian menjadi seorang pembuat mainan anak. Berbekal pengalaman berharga yaitu bekerja sama dengan seorang penulis buku anak dan pemilik industri rumah tangga mainan anak 'Capung Mungil', Liza kemudian mengajak rekan-rekannya dan menjadikan 'Liliput' sebagai merek dagangnya sendiri. Seperti yang Liza ceritakan kepada penulis, Liliput berdiri di masa ketika jumlah Crafters Indonesia belum semenjamur saat ini, dan publik belum bisa menghargai desain dan hasil pekerjaan tangan seantusias sekarang. Meski keberadaannya kemudian tidak semulus yang dibayangkan, pada masa itu Liliput pernah menjadi daya tarik tersendiri di kalangan penikmatnya.
Berikut adalah beberapa karya dari Liliput yang menjadi andalannya dalam dunia bisnis saat itu.
Belum lama setelah itu, Liza kemudian mengalami kecelakaan dimana dia terjatuh dari ketinggian 3,5 meter, terbanting ke lantai dan kepalanya retak, tulang lehernya patah, ada pembekuan darah di kepala yang hampir menembus otak, tulang belakangnya mengalami pecah discuss, tulang panggulnya tinggi sebelah dan berotasi sekitar 5 derajat, pendengarannya hilang satu karena hemotimpanum dan wajahnya mengalami stroke sebelah. Dengan kondisi tersebut Liza diharuskan mengalami operasi pengangkatan batok kepala untuk menyelamatkannya dari pembekuan darah yang hampir menembus otaknya tersebut. Dokter memprediksi bahwa Liza akan menjalani terapi fisik selama minimal 6 bulan. Tapi mukjizat terjadi, hanya dalam waktu 18 hari, Liza kemudian mampu bergerak kembali meski tertatih. Ada hal-hal yang kemudian tak bisa dirubahnya. Baginya kecelakaan ini bisa menjadi momok penghalang langkahnya dalam berkarya, sebab mustahil baginya harus memasukkan benang lagi ke jarum dan kemudian menjahit, sedangkan dirinya pun saat itu dalam kondisi mengalami stroke pada separuh anggota badannya bahkan berjalan dan melihatpun masih terasa oleng.
“This is my 2nd life”, katanya setelah sembuh dari sakit dan komanya waktu itu.
Setelah kecelakaan yang menimpanya itu, Liza kemudian kembali ke rumah orangtuanya. Enam bulan kemudian dia menikah dengan seorang lelaki yang mampu menerima keadaannya dengan baik --meski kemudian banyak pergolakan yang terjadi dalam diri Liza. Untuk seorang wanita yang selalu aktif dalam kesehariannya, kini Liza harus menjalani kondisi dimana dia masih belum mampu melakukan banyak aktivitas, namun menjalani hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah baginya. Setelah pernikahan itu, Liza menjalani kehidupan rumah tangga di tempat yang sama sekali baru dengan orang-orang yang juga baru dikenalnya. Liliputyang sudah didirikannya pun kemudian mengalami keadaan yang stagnan, begitu juga impian-impian Liza lainnya. Namun tidak ada kata menyerah bagi Liza—mundur sebelum berperang, dia kembali menjahit dan menerima pesanan pembuatan mainan anak dalam jumlah yang terbatas.
Di saat yang sama, Liza yang juga memiliki hobi di bidang kuliner ini kemudian menghabiskan banyak waktunya untuk belajar dan berkreasi dalam membuat bento. Bermula dari bekal untuk suaminya, Liza memposting hasil seni membuat bentonya ke media sosial dan menamainya dengan "Bento Si Ayah". Syukurlah pada saat itu Bento Si Ayah (BSA) dengan cepat merebut perhatian banyak orang. Hasil kreasinya sangat ciamik dengan tampilan yang lucu dan menarik, layaknya makanan restoran. Sangat hommy sekali. Bahkan beberapa kawan medsosnya saat itu menyebutnya sebagai hal kecil yang inspiratif. Berkat inspirasi kecilnya tersebut, akhirnya banyak ibu-ibu muda berinisiatif juga untuk membuat bekal sendiri bagi suami dan anak-anaknya. Berikut adalah hasil masakannya yang akhirnya bisa membuat Penulis merasa ngiler.