Mohon tunggu...
Fandy Hutari
Fandy Hutari Mohon Tunggu... Wartawan dan penulis lepas -

Fandy Hutari adalah penulis, editor, wartawan. Pernah men jadi editor, wartawan, ghostwriter. Artikel dan cerpennya dimuat di berbagai media cetak dan online. Buku yang sudah dipublikasikan Sandiwara dan Perang; Politisasi Terhadap Aktifitas Sandiwara Modern Masa Jepang 1942-1945 (2009, 2015), Ingatan Dodol; Sebuah Catatan Konyol (2010), Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal (2011), Manusia dalam Gelas Plastik (2012). Komunikasi di Facebook: Fandy Hutari, Twitter @fandyhutari, Blog: http://fandyhutari.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hansip, Profesi Remeh?

2 Juli 2010   13:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:08 2792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa sih yang identik dengan gardu selain kentongan? Ya, pasti kita pernah melihat orang berseragam serba hijau, bertopi hijau, bersepatu boot, dan selalu membawa pentungan yang menggantung di pinggangnya. Orang berseragam serba hijau ini biasanya menjaga lingkungan dan “berkantor” di gardu. Profesi ini biasa kita sebut hansip. Sering kita memandang remeh profesi Hansip, sebagai orang yang menjaga keamanan lingkungan desa atau menjaga acara hajatan saja. Acara komedi (baca: lawak) juga sering menempatkan Hansip sebagai sosok konyol yang pantas ditertawakan. Padahal hansip mempunyai sejarah yang panjang dan jauh dari pandangan remeh banyak orang. Hansip merupakan singkatan dari Pertahanan Sipil. Lembaga ini termasuk lembaga paramiliter yang ada di Indonesia. Konon, cikal-bakal Hansip telah ada sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya akhir masa penjajahan Belanda. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda membentuk organisasi mirip hansip untuk menghadapi kedatangan militer Jepang. Organisasi tersebut bernama Light Buscherming Dients (LBD). Tugasnya meliputi pelindungan rakyat dari serangan udara musuh, memberikan penerangan kepada masyarakat, penyamaran, pemadam kebakaran, serta memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengungsian. Serangan udara musuh yang dimaksud di sini adalah serang tentara Jepang. LBD dikoordinir oleh seorang sipil di setiap daerah. Pada 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. Kekuasaan atas Indonesia beralih ke Jepang. Lalu, pemerintah pendudukan Jepang memanfaatkan LBD sebagai alat untuk menghadapi serangan Sekutu dan pengerahan rakyat. Pada 1949, setelah terjadi perang mempertahankan kemerdekaan, rakyat mendapatkan berbagai kesulitan, seperti pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Untuk itu, dibentuklah Organisasi Perlawanan Rakyat (OPR) yang mengarahkan rakyat dalam membantu pemerintah memulihkan keamanan dalam negeri. Organisasi ini juga mirip dengan Hansip, atau bisa dibilang embrio Hansip. Walaupun embrionya sudah ada sejak masa akhir Hindia Belanda, tapi secara resmi Hansip lahir pada 1954 melalui Undang-undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia dalam konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA). Saat itu, Hansip dibentuk dengan dua tujuan, yaitu sebagai komponen khusus pendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam keadaan perang, dan menangani bencana. Jika diperhatikan, dalam konteks ini Hansip seakan-akan menjadi bagian atau underbouw TNI. Tapi, pada kenyataannya misi Hansip tetap melindungi hak-hak masyarakat sipil dan aset-asetnya pada situasi perang ataupun saat terjadi bencana. Hal ini sejalan dengan Protocols Additional to the Geneve Conventions of 12 August 1949, dan Resolutions of the Diplomatic Conference (Extracts from the Final Act of the Diplomatic Conference: Geneve 1970). Pada 1972 terjadi perombakan pada tubuh organisasi Hansip, Wanra, dan Ratih (Rakyat Terlatih). Pascaperombakan tersebut tugas Hansip semakin diarahkan guna perlindungan masyarakat sipil beserta aset-asetnya bila terjadi perang dan bencana. Lalu melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1972, organisasi ini diserahkan dari yang tadinya di bawah Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam) ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Setelah dikeluarkannya keputusan tadi, Hansip berada di bawah pengawasan Bupati dan Gubernur pemerintah daerah.Kemudian lahir lagi beberapa peraturan hukum yang menyoal keberadaan Hansip. Fungsinya sebagai pelindung masyarakat ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan. Setelah Orde Baru runtuh, Undang-undang Nomor 20 tahun 1982 dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dengan keluarnya peraturan ini maka keberadaan serta peran dan fungsi Hansip tidak lagi diatur secara tegas dan bahkan seolah-olah hilang. Melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/847/SJ tanggal 5 April 2000 tentang Penataan Perangkat Daerah, nomenklatur Kantor Markas Wilayah Pertahanan Sipil diubah menjadi Kantor Perlindungan Masyarakat selanjutnya sebutan organisasi Hansip diubah menjadi organisasi Perlindungan Masyarakat (Linmas).  Seiring berjalannya waktu eksistensi organisasi Hansip seakan-akan terpinggirkan. Bahkan sekarang masyarakat menjadi salah kaprah dengan profesi Hansip ini. Tugas-tugasnya sebagai pelindung masyarakat saat terjadi peperangan dan bencana alam juga tidak lagi terlihat. Tapi yang perlu digarisbawahi jika melihat sejarah panjang organisasi ini, profesi Hansip bukanlah profesi remeh. Jadi, masihkah kita memandang profesi ini sebagai profesi remeh? Fandy Hutari, esai dan penulis buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun