Mohon tunggu...
Fandy Hutari
Fandy Hutari Mohon Tunggu... Wartawan dan penulis lepas -

Fandy Hutari adalah penulis, editor, wartawan. Pernah men jadi editor, wartawan, ghostwriter. Artikel dan cerpennya dimuat di berbagai media cetak dan online. Buku yang sudah dipublikasikan Sandiwara dan Perang; Politisasi Terhadap Aktifitas Sandiwara Modern Masa Jepang 1942-1945 (2009, 2015), Ingatan Dodol; Sebuah Catatan Konyol (2010), Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal (2011), Manusia dalam Gelas Plastik (2012). Komunikasi di Facebook: Fandy Hutari, Twitter @fandyhutari, Blog: http://fandyhutari.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pasar Seni ITB, Sayonara...

11 Oktober 2010   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:31 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hari spesial. Tanggal istimewa: 10/10/2010. Semua serba 10. Menurut perhitungan numerologi, angka 10 simbol dari kesuburan yang berkonotasi dengan air atau lautan. Lautan adalah sumber daya yang tak ada habisnya untuk di ekplorasi oleh isinya oleh manusia di seluruh jagat raya. Pengulangan angka 10-10-10 lebih memperjelas makna tersebut di atas. Sisi negatifnya adalah kadang lautan bisa menghancurkan apa pun yang kita miliki ibarat sunami yang pernah terjadi. Rangkaian angka 10 10 10=30, angka ini lebih menegaskan lagi perasaan superior yang dimiliki, positifnya adalah pancaran aura pekerja keras yang siap menaklukan seluruh isi dunia yang juga pecinta keindahan dan perempuan. Yah, begitulah kata orang-orang yang meramalkan angka. Percaya atau tidak terserah Anda. Tapi, yang jelas ini hari yang saya tunggu-tunggu. Hari ini saya ingin ke Pasar Seni ITB yang berada di Jalan Ganeca No.10. Banyak yang menarik di Pasar Seni ITB 2010. Saya sendiri memotret beberapa momen yang berseliweran di even 4 tahun sekali ini. Ada bebegig, "monster" dari Ciamis. Ada rengkong, seni tradisi dari Cianjur. Hingga sebuah monumen yang dinamakan "tumpeng sepeda". [caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Suasana Pasar Seni ITB 2010."][/caption]

Sebenernya, saya udah janjian dengan seorang teman untuk menyusuri Pasar Seni ini berdua. Tapi, ketika tiba di sana jam 9 lebih 15 menit, teman yang katanya menunggu di gerbang ITB, tidak ada. Kedatangan saya di Jalan Ganeca disambut dengan kerumunan orang yang hilir mudik. Juga sebuah jembatan raksasa yang berdiri angkuh di tengah Jalan Ganeca. Saya bablas masuk ke lapangan miring Fakultas Seni RUpa dan Desain. Saya ke lokasi zona seni tradisional memang ada maksud, yaitu mencari foto gasing dan rengkong untuk buku saya, Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal, yang nanti diterbitkan Insist Press. Di samping itu, saya juga mencari bahan untuk menulis artikel ke beberapa media. Teman yang ditunggu akhirnya mengirimkan SMS jam 11 siang. Saya nggak lagi menunggu dia. Saya tetap menyusuri Pasar Seni dari Jalan Ganeca, tembus ke atas ITB. Inilah beberapa yang sempat saya rekam:

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Foto di atas namanya bebegig. Sepintas lalu mirip leak bali. Tapi, ini asli seni tradisi dari Kabupaten Ciamis."]

[/caption] Pelakunya adalah manusia yang mengenakan topeng berbentuk buta ijo, kepalanya besar, giginya taring, rambutnya gimbal, tubuhnya berwarna hitam, hidung lancip, matanya melotot, dan berwarna macam-macam.Bebegig dihiasi dengan rambut gimbal dari susunan bunga bubuai (bungan rotan), seluruh tubuhnya dibungkus ijuk, mengenakan sarung tangan hitam, dan sepatu hitam. Fungsi bebegig, yaitu sebagai penjaga pada prosesi pembersihan alam untuk bercocok tanam. Walaupun punya tampang seram, tapi di Pasar Seni ITB bebegig disukai. Layaknya seorang selebritis, banyak pengunjung yang berfoto bersama bebegig. [caption id="" align="aligncenter" width="311" caption="Kalau foto di atas namanya rengkong."]
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Nah, ini foto unik banget. Bayangin, sepeda antik (onthel) disusun menyerupai gunung. Ini dinamai tumpeng sepeda."]
[/caption] Peralatan untuk memainkan seni rengkong terbilang sederhana. Terdiri dari bambu gombong, tali ijuk, minyak tanah, dan satu himpitan tangkai padi. Bambu gombong berfungsi sebagai pikulan. Tali ijuk berfungsi sebagai pengikat padi yang digantung pada pikulan. Padi, yang kisaran beratnya 10-20 kg sebagai beban pikul. Sedangkan minyak tanah fungsinya sebagai pengesat gesekan antara tali dan pikulan untuk menghasilkan suara yang keras. Dogdog dan angklung buncis merupakan peralatan lainnya sebagai pengiring. Hatong juga lazim digunakan sebagai instrumen pembantu. Hatong merupakan alat tiup yang terbuat dari bambu. Suara yang dihasilkan rengkong sangat khas, menyerupai suara katak. Pemain rengkong biasanya menggunakan celana pangsi, baju kampret, ikat kepala, dan tanpa alas kaki. Pemainnya berjumlah 5 atau 6 orang dengan durasi bermain selama satu jam. Pertunjukan rengkong selalu dilakukan di alam terbuka. Cara memainkannya, pikulan yang berisi padi diletakkan di bahu kanan. Si pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara. Jika diamati, kesenian ini memang sangat khas keseharian petani. Sepeda-sepeda yang disusun untuk dijadikan tumpeng sepeda berjumlah 200 buah, dengan tinggi 10 meter, dan diameter 10 meter. Tinggi dan diameternya sesuai dengan tanggal berlangsungnya Pasar Seni ITB, yaitu 10 Oktober 2010. Sedangkan 200 sepeda, mungkin mengacu pada ulang tahun Bandung yang ke-200. So, sekarang saya cuma bisa bilang, PASAR SENI ITB sayonara 4 tahun lagi! Postingan dari blog saya: www.sandiwaradanperang.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun