Mohon tunggu...
Fandy Arrifqi
Fandy Arrifqi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Sedang berusaha menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pers Mahasiswa: Media Alternatif yang Kerap Dibungkam

9 Oktober 2019   11:38 Diperbarui: 20 Januari 2020   15:46 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pers yang dikelola oleh mahasiswa dapat dan seharusnya menjadi media informasi alternatif dari media arus utama. Hal ini dikarenakan independensi dari mahasiswa itu sendiri sehingga tidak mudah diintervensi oleh pihak lain. 

Penyebab lainnya pers mahasiswa dapat menjadi media alternatif adalah karena sifat idealisme yang tinggi dari mahasiswa. Dengan idealisme yang tinggi itu, pers mahasiswa dapat memberikan perspektif lain dari sebuah kasus yang umumnya perspektif itu populis dan memihak wong cilik. Oleh karena itu, pers mahasiswa dapat dijadikan sebagai alat advokasi.

Sayangnya, idealisme yang dibawa oleh pers mahasiswa sering kali dikekang. Salah satu contohnya adalah kasus pembredelan pers mahasiswa Suara Universitas Sumatera Utara (USU). Kasus ini bermula ketika Suara USU menerbitkan cerpen yang mengangkat tema diskriminasi atas kaum LGBT yang dinilai tidak pantas oleh pihak rektorat USU. 

Lantas pihak rektorat langsung menerbitkan wacana untuk membubarkan Suara USU. Wacana untuk membubarkan Suara USU mendapat respon negatif dari pers mahasiswa kampus lain dan didesak untuk mencabut wacana itu. Mendapat respon negatif, akhirnya pihak rektorat hanya memecat beberapa pengurus Suara USU melalui surat keputusan rektor.

Kasus pembredelan pers mahasiswa USU bukanlah satu-satunya kasus intimidasi yang menimpa pers mahasiswa. Kasus lainnya antara lain adalah pembredelan pers mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta karena mengkritik kebijakan kampus. Hal ini menunjukan bahwa pers mahasiswa sebagai media alternatif seringkali harus berhadapan dengan ancaman pembredelan.

Sebagai media alternatif, pers mahasiswa memang harus memberikan perspektif yang berbeda mengenai suatu isu, termasuk isu di lingkungan kampus. Dari perspektif yang berbeda inilah pers mahasiswa kerap kali dibungkam oleh pihak kampus. 

Kampus menginginkan pers mahasiswa sebagai media humas kampus sedangkan mahasiswa menginginkan pers mahasiswa sebagai media independen tanpa intervensi dari pihak kampus.

Jika hal ini dibiarkan, pers mahasiswa akan kehilangan fungsinya sebagai wadah pergerakan mahasiswa. Selain memiliki fungsi selayaknya pers umum, pers mahasiswa juga memiliki fungsi sebagai wadah pergerakan mahasiswa. Sebagai wadah pergerakan mahasiswa, pers mahasiswa dapat berperan sebagai mediator, inspirator, provokator dan korektor.

Tanpa fungsi ini, pers mahasiswa akan kehilangan esensi utamanya. Pers mahasiswa hanya akan menjadi "mulut" rektorat tanpa pernah mengkritisi kebijakannya. Pergerakan mahasiswa akan kehilangan wadah kritisnya dan akan mematikan nalar kritis mahasiswa pada umumnya.

Pers mahasiswa sebagai media alternatif berangkat dari idealisme mahasiswa yang tinggi. Yang membedakan pers umum dengan pers mahasiswa sebagai media alternatif adalah fungsinya sebagai wadah pergerakan mahasiswa. 

Sayangnya, pers mahasiswa kerap kali harus berhadapan dengan ancaman pembredelan oleh pihak kampus. Pembredelan ini akan mematikan fungsi pers mahasiswa sebagai media alernatif dan wadah pergerakan mahasiswa serta akan menjadikan pers mahasiswa hanya sebatas perpanjangan tangan kampus. Kurangnya media alternatif yang kritis akan mematikan nalar kritis pada mahasiswa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun