Mohon tunggu...
Niatun Nikmah
Niatun Nikmah Mohon Tunggu... Penulis - Wirausaha

Hai! Nama saya, Niatun Nikmah. Panggil saja, Nia. Saya berwirausaha juga gemar membaca dan menulis cerita. Menulis cerita di platform menulis online.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kalimat yang Hilang 'Dilarang'

10 Desember 2023   09:53 Diperbarui: 4 Januari 2024   09:03 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah masih menjadi masalah yang serius bagi pemerintah Indonesia. Indonesia menempati urutan ketiga dunia sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi pada 2023 juga menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.

Kita mulai dari yang terkecil dahulu, gunungan sampah yang singgah di tepian sepanjang jalan perkampungan, menyakitkan mata setiap orang memandang. Sebut saja kampung Angkuhan, di tepi jalanan menuju persawahan sebelum orang-orang pemalas menyerang terdapat sebuah papan nama berisi 2 baris kata yang ditancapkan di sana bertuliskan 'DILARANG MEMBUANG SAMPAH' bercetak tebal, kata DILARANG dipoles merah pekat, sedang MEMBUANG SAMPAH dipoles hitam.
Tetapi dalam beberapa bulan, papan kalimat larangan berubah menjadi kalimat perintah. Lunturnya karena guyuran air hujan dan teriknya panas matahari.
Seperti pada potret yang saya bidik ketika lari pagi.


Di bawah papan itu, terdapat sampah yang menggunung. Mulai dari plastik dan sisa makanan. Inilah kekeliruan yang kasat mata. Warna merah pada kalimat larangan  menjadikan mereka berani melakukan tindakan yang keliru.
Orang-orang menjadi tak awas dengan lingkungan sekitarnya. Rupanya mereka lebih menyukai menghirup aroma busuk dari sampah di pagi buta, ketimbang menghirup aroma basah embun.
Mari kita bergotong-royong menyehatkan lingkungan, dengan bijak mengajak mereka untuk peduli terhadap kebersihan dan menyapu nama buruk Ibu Pertiwi dari jejak digital dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun