Mohon tunggu...
Fandrian makarim
Fandrian makarim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai musik, dan hal-hal yang berkaitan dengan menggunakan telinga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

22 Agustus 2023   04:01 Diperbarui: 22 Agustus 2023   04:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa tahun lalu, harga batang-batang rokok telah naik. Dimana sebelumnya satu kotak berharga 10 ribu, telah mencapai harga 35 ribu keatas per kotak akhir-akhir ini, hal ono dikarenakan pajak rokok dan bea cukai merupakan sumber yang signifikan bagi pemerintah Indonesia. Selain berfungsi sebagai instrument barang impor, pajak rokok dan bea cukai nya dapat dimanfaatkan untuk penambahan dana kesehatan masyarakat. Akan tetapi, apakah itu benar? Di artikel ini kami akan membahas mengenai naiknya harga rokok dan apakah dana dari pajak dan bea cukai yang tinggi ini sungguh dipergunakan di dalam bidang kesehatan.

Kematian- kematian yang disebabkan rokok sudah menjadi pengetahuan umum bagi rakyat Indonesia, dan rakyat-rakyat negara lain. Berdasarkan sebuah artikel yang dikeluarkan oleh Liputan6 pada May 2020, data jumlah WHO ( World Health Organization ) telah menunjukkan bahwa ada sekitar 225.700 orang Indonesia yang meninggal diakibatkan oleh rokok. Tidak heran, dikarenakan pengunaan jaka panjang rokokini mampu menyebabkan penyakit-penyakit yang serius untuk manusia. Untuk menyebutkan beberapa ; kanker, penyakit jantung, diabetes, emfisema, bronchitis kronis, dan lain-lain. Karena itulah pemerintah telah mengambil langkah untuk mengurang konsumsi rokok di Indonesia dan menggunakan dana extra ini untuk memperbaik layanan kesehatan.

Naiknya harga rokok tentu saja mengganggu banyak pengguna akut. Dimana sebelumnya mereka mampu membeli tiga kotak dengan uang 30 ribu, sekarang hanya mampu membeli satu kotak dengan uang 30 ribu. Langkah yang telah di ambil oleh pemerintah sangatlah bermanfaat, akan tetapi, terdapat banyak scenario-scenario luar yang mengacaukan langkah-langkah ini yaitu "resellers". Pada akhir-akhir ini, banyak jumlah toko-toko kecil yang menjual rokok dengan harga yang murah. Tentu saja mereka melakukan ini untuk mendapatkan untung, namun aksi mereka ini berperan sebagai tembok di depan langkah-langkah pemerintah. Sama saja sia-sia jika banyak rakyat yang masih menggunakan rokok yang mereka beli dari toko-toko kecil ini. Akan tetapi, masalahnya tidak hanya itu.

Masalahnya ini adalah, kekurangan transparansi pemerintah atas dana extra yang mereka dapatkan dari pajak dan bea cukai rokok.  Mereka mungkin telah mengatakan dan meyakinkan kita bahwwa mereka menggunakan dana dan biaya yang mereka dapatkan untuk memperbaik layanan kesehatan Indonesia, tapi kita tidak tau secara pasti. Kekurangan transparansi dari pemerintah ini pun melawan langkah-langkah yang mereka klaim telah ambil. Jika dana dan biaya extra yang didapatkan dari pajak rokok dan bea cukai ini sungguhan tidak digunakan untuk memperbaik layana kesehatan masyarakat seperti apa yang mereka katakan, maka jumlah korban-korban akibat merokok akan tetap naik.

Makanya itu, kami setuju dan mendukung bahwa pemerintah telah mengambil langkah untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok di Indonesia. Tetapi kurangnya informasi lebih atau transparansi di dalam hal ini tetap tidak meyakinkan bagi kami. Sistem dimana masyarakat memerlukan sebuah sertifikat di atas KTP untuk membeli rokok dapat diimplementasikan, yang diikuti oleh sistem denda yang berat. Sistem seperti ini jelas akan membutuhkan dana dan kekerjasamaan yang mutlak antara pemerintah dan para rakyat. Tetapi menurut kami, tindakan pencegahan seperti ini sangatlah pentin untung menyelamatkan nyawa dan kesehatan rakyat Indonesia.

Dalam beberapa tahun lalu, harga batang-batang rokok telah naik. Dimana sebelumnya satu kotak berharga 10 ribu, telah mencapai harga 35 ribu keatas per kotak akhir-akhir ini, hal ono dikarenakan pajak rokok dan bea cukai merupakan sumber yang signifikan bagi pemerintah Indonesia. Selain berfungsi sebagai instrument barang impor, pajak rokok dan bea cukai nya dapat dimanfaatkan untuk penambahan dana kesehatan masyarakat. Akan tetapi, apakah itu benar? Di artikel ini kami akan membahas mengenai naiknya harga rokok dan apakah dana dari pajak dan bea cukai yang tinggi ini sungguh dipergunakan di dalam bidang kesehatan.

Kematian- kematian yang disebabkan rokok sudah menjadi pengetahuan umum bagi rakyat Indonesia, dan rakyat-rakyat negara lain. Berdasarkan sebuah artikel yang dikeluarkan oleh Liputan6 pada May 2020, data jumlah WHO ( World Health Organization ) telah menunjukkan bahwa ada sekitar 225.700 orang Indonesia yang meninggal diakibatkan oleh rokok. Tidak heran, dikarenakan pengunaan jaka panjang rokokini mampu menyebabkan penyakit-penyakit yang serius untuk manusia. Untuk menyebutkan beberapa ; kanker, penyakit jantung, diabetes, emfisema, bronchitis kronis, dan lain-lain. Karena itulah pemerintah telah mengambil langkah untuk mengurang konsumsi rokok di Indonesia dan menggunakan dana extra ini untuk memperbaik layanan kesehatan.

Naiknya harga rokok tentu saja mengganggu banyak pengguna akut. Dimana sebelumnya mereka mampu membeli tiga kotak dengan uang 30 ribu, sekarang hanya mampu membeli satu kotak dengan uang 30 ribu. Langkah yang telah di ambil oleh pemerintah sangatlah bermanfaat, akan tetapi, terdapat banyak scenario-scenario luar yang mengacaukan langkah-langkah ini yaitu "resellers". Pada akhir-akhir ini, banyak jumlah toko-toko kecil yang menjual rokok dengan harga yang murah. Tentu saja mereka melakukan ini untuk mendapatkan untung, namun aksi mereka ini berperan sebagai tembok di depan langkah-langkah pemerintah. Sama saja sia-sia jika banyak rakyat yang masih menggunakan rokok yang mereka beli dari toko-toko kecil ini. Akan tetapi, masalahnya tidak hanya itu.

Masalahnya ini adalah, kekurangan transparansi pemerintah atas dana extra yang mereka dapatkan dari pajak dan bea cukai rokok.  Mereka mungkin telah mengatakan dan meyakinkan kita bahwwa mereka menggunakan dana dan biaya yang mereka dapatkan untuk memperbaik layanan kesehatan Indonesia, tapi kita tidak tau secara pasti. Kekurangan transparansi dari pemerintah ini pun melawan langkah-langkah yang mereka klaim telah ambil. Jika dana dan biaya extra yang didapatkan dari pajak rokok dan bea cukai ini sungguhan tidak digunakan untuk memperbaik layana kesehatan masyarakat seperti apa yang mereka katakan, maka jumlah korban-korban akibat merokok akan tetap naik.

Makanya itu, kami setuju dan mendukung bahwa pemerintah telah mengambil langkah untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok di Indonesia. Tetapi kurangnya informasi lebih atau transparansi di dalam hal ini tetap tidak meyakinkan bagi kami. Sistem dimana masyarakat memerlukan sebuah sertifikat di atas KTP untuk membeli rokok dapat diimplementasikan, yang diikuti oleh sistem denda yang berat. Sistem seperti ini jelas akan membutuhkan dana dan kekerjasamaan yang mutlak antara pemerintah dan para rakyat. Tetapi menurut kami, tindakan pencegahan seperti ini sangatlah pentin untung menyelamatkan nyawa dan kesehatan rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun