Mohon tunggu...
fandi
fandi Mohon Tunggu... -

Tertarik pada Sosial-Masyarakat, Pendidikan, dan Kehidupan Perkotaan. Balada Kampus Pahlawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi "Memperpanjang" Libur

14 Desember 2016   00:42 Diperbarui: 14 Desember 2016   00:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu pagi setelah suasana Idul Fitri, manusia berbondong-bondong kembali ke kota, kedalam fase keramaian, fase kesibukan, yang mungkin tidak akan didapat saat berada di kampung, meskipun kampungnya sudah berubah pula jadi kota besar. Para pekerja swasta, buruh, anak sekolahan maupun mahasiswa kembali dari pangkuan keluarga setelah melampiaskan rindu tak jua.

Termasuk aparat negara kita, yang mungkin biasa disebut PNS (Pegawai Negeri Sipil), tak henti-hentinya setiap awal hari setelah lebaran, selalu ada pemberitaan. Sidak sana-sidak sini, tak ayal, kantor dimana PNS bercengkrama masih sepi. Menanti penghuni yang mungkin saja ingin betah di kampung tanpa merasakan harus ada kenyataan yang dipikul di pundak tiap “pegawai” yang kadang terhormat ini.

Inilah yang dimaksud “Memperpanjang Libur”, mereka merasa tiga atau empat hari saja tidak cukup, maka ditambah atau diperpanjanglah hari libur mereka itu. Dengan alasan agar lebih dekat dengan keluarganya, atau mungkin saja harinya nanggung karena hari dimana dia seharusnya kerja berada terapit oleh dua hari libur.

Selain PNS, tradisi ini sudah ada sejak kita berada di sekolah, di hari pertama anak-anak kita bersekolah. Kursi-kursi masih belum terisi dan belum dihangatkan oleh dudukan mereka. Guru kadang menyiasatinya dengan hanya memberikan penjelasan tentang semester yang mereka hadapi, tapi biasanya ini terjadi di semester ganjil karena berada di tahun ajaran baru. Tapi bayangkan terjadi di semester genap, mungkin saja langsung belajar seperti biasa, tidak ada halal-bi-halal seperti di sekolah pada umumnya.

Saat kita kuliah, jangankan pasca libur panjang seperti tahun baru atau saat lebaran. Meskipun libur mereka tergolong panjang, sekitar 1-3 bulan, mereka masih membutuhkan “libur” sepertinya, untuk menjauhkan kejenuhan dari tugas tugas. Biasanya mereka memperpanjang libur antara jumat atau senin tergantung tanggal merahnya dimana. Bedanya dengan anak-anak sekolah tadi, para mahasiswa lebih mudah untuk “memperpanjang libur” meskipun ada kelas, karena ada teknologi “titip absen” tentunya.

Ini lah tradisi yang kita bawa sampai sekarang di dewasa, baik yang PNS maupun hanya karyawan swasta, untuk memperpanjang libur mereka. Pertanyaannya adalah bagaimana bisa mengurangi orang-orang golongan seperti ini? Apakah dimutasi saja ke acara “My Trip My Adventure” biar kerjanya klop, liburan tiap hari, enak kan.

Tapi untuk melakukan liburan seperti itu, tidak semua bisa melakukan juga, banyak hambatan. Termasuk hambatan ekonomi, itulah kenapa para karyawan ataupun PNS tidak ingin terlalu lama, takutnya bisa dimutasi bahkan dipecat malah.

Orang-orang seperti ini harus di-boost untuk bersemangat dalam kerja, namun jangan tekan terlalu sering. Ajar kedisiplinan dari kecil adalah cara yang bisa dilakukan untuk memutus mata rantai ini. Anak akan sadar bahwa jika ia tidak datang meskipun saat itu udah masuk sekolah, anak akan terasa gelisah apa yang akan terjadi pada dirinya, dan mungkin banyak pelajaran yang dilewatinya. Jika itu terjadi, meskipun dia bangun terlambat, dia punya semangat untuk bekerja, bukan malas malasan apalagi bolos-bolosan seperti yang suka “memperpanjang libur”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun